Petualangan ke Air Terjun Kapas Biru

Enaknya ngapain kalo liburan ke Malang? Satu pertanyaan ini agak tricky karena jawabannya akan panjang banget tergantung preferensi masing-masing orang. Tapi percayalah, Kota Apel ini punya jawaban untuk semua keinginan! Selain kulinernya yang memang menggoyang lidah bikin perut senang, Malang terkenal dengan banyak tempat wisata yang cocok buat keluarga, sebut saja Jatim Park, Selecta hingga Museum Angkut.

Namun ada satu hal yang saya suka dan rindukan dari Bumi Arema ini: banyak air terjun cakep bertebaran. Buat para pencinta petualangan maka coban alias curug di Malang dan sekitarnya seperti Lumajang itu wajib banget ditapaki serta dijelajahi! Kali ini saya akan cerita soal Air Terjun Kapas Biru yang cuma sepelemparan batu aja dari Malang. Cuss!

Perjalanan Tak Terduga

Udara sejuk berhembus pelan menggelitiki pipi hingga menembus baju yang saya kenakan. Membuat sensasi semriwing yang segar dan menambah semangat kami untuk trekking menuju ke Air Terjun Kapas Biru. Walaupun suhu hari itu sedikit dingin namun sinar mentari lembut bersinar membelai kulit. Ah, cuaca Malang saat pancaroba memang the best deh. Sejuk-sejuk mantap!

“Hati-hati, Mbak, jalanannya menurun,” begitu kata Rifky, sahabat yang memandu saya dan Adrian mengingatkan saat kami mulai masuk ke dalam hutan.

“Siap, Bos!” Jawab saya ringan yang disambut dengan senyum cengengesannya Rifky. Nampaknya ia kurang sreg dipanggil BOS tapi saya memang senang mengusilinya 😀

“Serius ki, Mbak. Ati-ati lho, medane edyan soale.” ujar Rifky lagi.

“Iyo, iyo. Pastilah aku hati-hati,” tutur saya sambil gantian ketawa-ketiwi. Anuh, hati saya senang melihat kebun Salak Pondoh dan cengkeh yang rindang sesaat sesudah kami turun dari parkiran. Saya sungguh tak menyangka ternyata ada Deswita alias Desa Wisata dengan salak pondohnya yang menjadi semacam gerbang pintu masuk menuju trek ke Kapas Biru. Kok ya keren, yo.

Kebun Salak yang seolah jadi pembuka jalan menuju ke Kapas Biru

Baca juga:

  1. Sependar Indah kota Malang

  2. Sececap Kuliner Malang

  3. Toko Oen Semarang

Tangga Penguji Nyali  

Tapi ketawa-ketiwi yang tadi membahana nggak bertahan lama. Trekking menuju ke Air Terjun Kapas Biru ini membolak-balikkan suasana hati. Selepas kebun salak, barulah petualangan sesungguhnya dimulai.

Jalan setapak yang terbuat dari tanah langsung menyambut dengan elevasi curam menukik tajam. Keringat dingin pun meluncur deras di pipi.

“Kamu bisa nggak?” Tanya Adrian suami saya sambil mengulurkan tangan.

“Ya, bisalah.” Kata saya gengsi padahal dalam hati ngedumel. Ini kenapa gue udah tua gini mau aja sih trekking-trekking beginiiiiii. Nggak cukup apa nanjak ke gunung pas kuliah dulu? Kenapa kok ya iseng nyusahin diri sendiri sih dengan medan yang berat begini?

 

Jalananannya cukup curam

Segala dumalan itu berdegung di kepala namun tidak saya ucapkan. Seperti yang saya bilang tadi, GENGSI BOK! Hahaha.

Namun sesungguhnya medan ke Air Terjun Kapas Biru ini memang nggak bisa dianggap enteng. Setelah berjalan turun di setapak yang curam sampe harus berpegangan akar pohon agar tidak terpeleset jatuh (pas nggak ada tangga), kemudian kami mesti menyisiri pematang yang lebarnya tidak lebih dari satu badan manusia. Memang sih pemandangannya bagus ya tapi kok ya risikonya itu gede. Hahaha. Mungkin benar kata wong londo dulu, “no pain, no gain.”

Tapi yang lebih bikin hati mencelos itu bukan jalanan menurun atau pematang yang sempit namun tangga vertikal dari besi yang sempit dan kecil yang harus dituruni. Beuh kali ini bukan keringat dingin lagi yang keluar tapi keringat super dingin! Tangan dan kaki saya juga mendadak beku tapi melihat Adrian turun dengan lancar ke bawah dan siap berjaga-jaga buat saya maka saya beranikan diri untuk turun juga.

Setelah tangga vertikal tersebut, medan trekking seolah mengurangi kegarangannya. Trekknya cenderung landai dan nggak susah-susah banget. Ah, akhirnya saya pun dapat menikmati pemandangan yang memang memukau mata.

Perjalanan ke Air Terjun Kapas Biru sungguh memanjakan mata dengan pemandangan pegunungan dan rimbun pohon hijau yang cantik.

Sekitar 20 menit kemudian kami berjalan kaki beriringan dimanjakan pemandangan yang indah, kupu-kupu cantik yang berterbangan ke sana kemari juga langit biru dengan awannya yang berarak cantik di angkasa. Tapi, ya kaki nggak bisa bohong, mulai pegal rupanya.

“Berapa lama sih trekking-nya buat sampe ke air terjun?” Tanya saya kepada Rifky.

“Cepet kok, Mbak. Paling 20 menit lagi. Wong dekat, kok.” Jawabnya santai.

Tapi sesungguhnya saya nggak boleh percaya sama Rifky atau penduduk lokal lainnya. Anuh, dekat versi mereka itu kok ya rasanya nggak sama dengan versi dekat yang saya anut ya. Hahaha.

“Rif, kata kamu dekat. Lha, ini kok nggak sampe-sampe, sih? Keluh saya sedih sambil menghirup napas panjang-panjang. Memasukkan udara sebanyak-banyaknya ke dalam rongga dada.

“Deket lagi, Mbaaaak. Abis jembatan kayu itu juga sampe. Semangat toh.” Rifky menerangkan dengan sabar, membuat saya merasa bersalah. Hahaha, maaf ya, Rifky kalo saya ceriwis. Hihihi.

Adrian yang selalu menyemangati saya buat semangat trekkingnya.

Lalu saya menoleh ke arah Adrian dan seperti biasa, lelaki pemilik hati saya itu tersenyum menenangkan. Memompa semangat saya untuk berjalan lagi. Setelah 10 menit saya berjalan tiba-tiba saya dengar suara gemuruh air yang sangat deras. Akhirnya sampai juga!

Asal-usul Nama Air Terjun Kapas Biru

Mata saya terpana melihat air terjun dengan debit air yang begitu deras. Tetes demi tetes air berkumpul menjadi satu lalu terjun bebas dari ketinggian menghasilkan suara menderu yang memekakkann telinga namun memberikan kedamaian di jiwa. Saya berjalan mendekat ke arah air terjun yang terlihat sangat magis dengan segala kemegahannya. Walaupun jalanan sedikit licin namun hal itu tidak menyurutkan langkah kaki saya.

Saya belum pernah melihat air terjun sebesar ini!

Tampias air yang jatuh dari air terjun mencium seluruh wajah saya. Rasanya dingin namun meberikan sensasi kebebasan yang sungguh sulit diutarakan dengan kata-kata. Yang pasti rasanya zen sekali. Saya berdiri memandangi air yang terus menerus jatuh menderas ke bawah dan di saat itulah saya baru menyadari bahwa percikan dan tampias air yang tersorot sinar matahari membuat cahaya biru berbentuk lingkaran yang berpendar-pendar. Ah, sekarang saya paham kenapa air terjun ini dinamakan Kapas Biru, karena memang percikan airnya terlihat seperti kapas berwarna biru saat sinar matahari menerpa.

Lihat titik-titik air yang terlihat berwarna biru mengambang di angkasa seperti kapas. Itulah asal-usul nama Air Terjun Kapas Biru.

Ya Tuhan, hampir saja saya menangis. Semuanya terlihat begitu indah!

Air Terjun Kapas Biru yang saya taksir tingginya bisa mencapai 100m. Pemandangan derasnya debit air yang jatuh begitu membius mata.

Setelah itu saya berencana berenang namun Adrian melarang melihat debit airnya yang begitu deras. Alih-alih piknik bikin hepi eh malah kenapa-kenapa nantinya kan. (Amit-amit jangan sampe kejadian yaaa). Alhasil saya dan Adrian pun hanya bermain-main saja di sungai yang tidak terlalu deras airnya. Itu pun kami sungguh ekstra hati-hati.

Cara menuju ke Air Terjun Kapas Biru

Ohya dari tadi cuma ngobrolin terkkingnya aja. Nah, buat yang mau ke Air Terjun Kapas Biru, sini saya bagi bocoran caranya ke sana. Nggak susah kok. Walaupun lokasinya ada di Lumajang tapi bisa dijangkau dari Malang. Waktu itu kami menyewa mobil dari sana. Perjalanan dari Malang menuju Kapas Biru ini sekitar 2 jam naik mobil dan kalau cuaca cerah maka kita bakal disuguhi pemandangan Gunung Semeru yang keren.

Cuaca cerah sehingga Gunung Semeru pun terlihat jelas.

Untuk rutenya sendiri dari Malang maka melewati Kepanjen – Gondanglegi – Turen – Dampit – Tirtoyudo – Ampelgading – Pronojiwo. Dari situ sudah nggak jauh lagi. Jarak dari parkiran sih sekitar 1,5 km tapi dengan medannya yang lumayan susah gitu saya butuh waktu hampir 1 jam buat trekking. Please jangan diketawain, pleaseee. Yang penting dilihat niat dan usahanya yang udah bisa sampai ke cobannya ya. Hehehe.

Baca juga:

1. Air Terjun Banyumala Bali

2. Air Terjun Bidadari

3. Aura Magis Danau Tamblingan

Sekitar 2 jam kami habiskan di Air Terjun Kapas Biru. Mulai dari main air, foto-foto sampai duduk ngobrol santai. Kami nggak jajan-jajan karena memang nggak ada penjaja makanan. Biar pun lapar tapi saya sungguh bersyukur dengan ketiadaan penjual itu. Soalnya lokasi air terjunnya jadi bersih dan terlihat natural. Hehehe.

Nah, karena hari sudah agak siang maka kami putuskan untuk kembali ke hotel di Malang . Sungguhlah banyak hotel bagus lho di Malang dengan harga terjangkau. Buat jaminan dapat harga paling oke, saya pesan kamar via pegi-pegi.com. Mana sering ada promo atau diskon khusus dengan kartu kredit tertentu yang bikin hati senang! Hehehe. Well, hari gini siapa sih yang nggak mau dapat harga murah? Yekan?

Masih ada banyak air terjun lain yang bisa dieksplore di Lumajang, Malang dan sekitarnya, nanti kapan-kapan saya ceritain ya.

Selamat Hari Rabu, Sobat CE. Sudah Pernah ke Air Terjun Kapas Biru?

34 respons untuk ‘Petualangan ke Air Terjun Kapas Biru

Add yours

  1. Air terjun di Jawa Timur memang luar biasa ya. Ada banyak banget kayanya ya, Mbak. Cakep juga nih Air Terjun Kapas Biru, thanks for sharing Mbak Eka. Favoritku masih Tumpak Sewu dan Madakaripura (tapi gak asik preman-premannya).

  2. Wakakaka, aku kemarin pas mau kesini gak jadi, Maklum cuma sebentar doang di Lumajang. Pas sampai parkiran balik lagi. rencana mau nerbangin drone dari parkiran, tapi kok adoh..

    Nice story mbak..

  3. Wow lewat malang selatan ya… Baiklah. Dan butuk trekking lagi sekitar 1,5 KM lagi pasti seru ya kaka. tapi kayaknya butuh seseorang yang tahu medna trekking kesana ya, takutnya ntar tersesat

Tinggalkan komentar

Blog di WordPress.com.

Atas ↑