Perlukah Vaksin Hepatitis A dan Demam Tifoid Sebelum Travelling?

Tips Agar Wisata Kuliner Selalu Seru Tanpa Kuatir Sakit

Setiap kali pergi jalan-jalan, hal pertama yang saya cari adalah makanan khas daerah setempat. Hmm, gimana ya… Rasanya tuh lezat kuadrat enak tak terkira kalau bisa nyicipin kuliner lokal,  langsung di lokasi. Hayo, ada yang kayak saya juga nggak? :mrgreen: Sini, toss dolo!

Kalau di Bangkok, selain nyicip Tom Yum Soup, wajib banget mengudap Manggo Sticky Rice yang lezat itu. Yang (trust me) bakalan terasa makin lezat kalau makannya di bawah pohon kayak penduduk lokal. Hahaha.

Sah ke Jogja kalau udah makan gudeg di sini 😛

Sementara kalo ke Yogyakarta, pastinya saya nggak bakalan melewatkan makan Gudeg Sagan. Terus jajan Sego Kucing angkringan, lengkap sama sate-satean beraneka ragam.

Lalu ditutup sama wedang ronde untuk menghangatkan badan dari hembusan angin malam Malioboro. Duh sedap banget hidup! 😛 Memanglah, setiap wiskul daerah itu unik dan punya kenangan syahdu tersendiri.

Wisata Kuliner Anti Mainstream

Namun, dari semua wisata kuliner yang pernah saya cicipin, masih belum ada yang ngalahin serunya wiskul di Jayapura. Selain medannya yang ahooooy perjuangan banget karena mesti naik sampan kayu membelah danau, jalan kaki digigit pacet menjelajah perkebunan juga karena menunya yang istimewa: Makan ulat sagu hidup-hidup. Yes, you read that right! Ulat sagu hidup-hidup yang mati karena saya potek kepalanya dan badannya gerak-gerak manja di dalam mulut. Huahahaha.

Seru banget! Intip video ini deh biar paham keseruannya.

Ohya, wiskulnya memang seru banget sih, adrenalin terpacu deras pas nyicipin si ulat ginuk-ginuk itu tapi sesungguhnya saya sengsara banget setelahnya. Malamnya sekujur tubuh saya gatal-gatal. Rupanya kandungan protein yang sangat tinggi di dalam ulat sagu memicu timbulnya alergi. Alhasil, ditemani kawan saya, Bang Hiro, saya keluyuran keluar masuk apotik cari obat alergi. Tentu saja, sambil garuk-garuk! Hahaha. Duh, wiskul oh wiskul.

Baca juga:

  1. Nasi Jamblang Cirebon

  2. Sate Klatak Pak Pong

  3. Hunting Kuliner di Palembang

Pelancong Memiliki Risiko 19x Lebih Tinggi Tertular Penyakit

Nah, berdasarkan penelitian sih, memang seorang traveller alias pelancong kayak kamu dan saya tuh punya risiko hingga 19x lebih besar tertular penyakit pas jalan-jalan atau wiskul. Bukan cuma ancaman alergi atau diare lho tapi bisa juga kena infeksi hati dan yang terburuk kanker empedu.

Lho, kok bisa?!

Ya jelas bisa, karena penyakit seperti Hepatitis A dan Demam Tifoid adalah penyakit yang bisa ditularkan melalui makanan dan minuman. Penularannya bisa dari mengkonsumsi makanan lokal, minuman khas sampai dari batu es juga dari pemakaian toilet.

Kenalan Lebih Jauh dengan Hepatitis A dan Demam Tifoid

Penyakit Hepatitis A dan Demam Tifoid ini serem lho. Kalo sampe ketularan virus Hepatitis A, maka pelancong berpotensi untuk menderita penyakit Infeksi pada hati. Sementara bakteri tifoid dapat berujung jadi demam tifoid atau di masyarakat umum populer disebut tifus. Terus, penyakit di saluran cerna yang disebabkan oleh bakteri “Salmonella Typhi” ini kalau nggak cepet diberisin alias ditangani  dengan benar, demam tifoid, fatalnya berpotensi menyebabkan kanker kandung empedu.

Btw, cermati juga gejala penyakit hepatitis A yaitu demam, lesu, mual, hilang nafsu makan, kuning  (kulit dan mata), sakit perut, muntah, tinja dan urin berwarna gelap. Sementara kalo demam tidofid tuh gejalanya agak samar. Biasanya suhu tubuh perlahan tinggi (step ladder) kalo malem, tapi kalo pagi sih gpp. Abis itu muncul bercak merah dan jadi demam tinggi, sakit kepala, mual, sakit perut, hilang nafsu makan, sembelit atau diare.

Ohya, dan jangan salah, bahkan makanan yang terlihat bersih pun bukan berarti bebas risiko penyakit lho. Karena bisa aja nih, bahan makanannya bersih, tapi gimana dengan chef atau tukang masaknya? Apakah mereka benar-benar sehat dan nggak menularkan penyakit? (Nah lo, pada mulai jiper :mrgreen: )

Terus gimana dong? Nggak usah wiskul lagi?

Ya, nggak gitu juga kali. Yang perlu kita lakukan adalah melindungi diri dengan cara vaksin Hepatitis A dan Demam Tifoid. Gunanya biar tubuh memproduksi zat kekebalan (berupa antibodi) terhadap penyakit. Vaksin ini mudah didapat kok, ada di rumah sakit besar seperti RS Brawijaya, RS Pertamina, RS Antam Medika bahkan di klinik-klinik kecil pun ada.

Harga vaksin Hepatitis A dan Demam Tifoid ini dibandrol di sekitar 600 ribuan di luar jasa dokter dan biaya administrasi ya. Ohya, sekarang ini juga ada vaksin Hepatitis A dan Demam Tifoid yang bisa dilakukan dalam 1x suntik. Vaksinnya sih tetap 2

Kapan Waktu Terbaik untuk Melakukan Vaksin Hepatitis A dan Demam Tifoid?

Agar vaksin bisa bekerja maksimal, lakukan paling lambat 2 minggu sebelum kita pergi travellling. Lebih cepat lebih baik. Ohya, setelah vaksin biasanya sih kalau anak kecil bakal demam-demam dikit tapi kalau orang dewasa sih paling sumeng aja. Makanya sebaiknya lakukan vaksin saat tubuh dalam keadaan fit.

Untuk dosisnya sendiri, vaksin Hepatitis A dilakukan 2x dengan interval 6-12 bulan sementara Vaksin Demam Tifoid cukup 1x saja. Ohya, Vaksin Hepatitis A ini memberikan kekebalan tubuh jangka panjang hingga 30 tahun sementara Demam Tifoid sekitar 2 tahun aja jadi disarankan untuk rutin vaksin.

Saya jadi inget, sebelum trip saya ke Bangkok ini, saya sibuk banget cari-cari waktu dan RS yang tepat untuk vaksin. Maklum, maksud hati kan pengen street food hunting pas di Bangkok, setelah tahu bahayanya virus Hepatitis A dan Demam Tifoid jadi jiper, Cyin. Mending sedia payung sebelum hujan alias mending vaksin sebelum jalan-jalan!

Santai seru-seruan street food hunting karena udah melindungi diri sama vaksin Hepatitis A dan Demam Tifoid. Wiskul dan jalan-jalan tetep sehat dan seru. Shoo shoo penyakit

Eh, untungnya kata mama saya, pas SMP dulu saya sudah pernah divaksin Hepatitis A dan Demam Tifoid. Hahaha, saya nggak inget tapi jelas dong mama saya inget. Hmmm, pantes ya ini perut saya kuat banget, diajak makan jangkrik, ulat sagu sampai makanan-makanan aneh lainnya, ternyata saya udah punya antibodinya dari vaksin. Oh hail, my mom! Hahaha.

Tips Tetap Sehat Saat Travelling dan Wisata Kuliner

Selain melakukan vaksin Hepatitis A dan Demam Tifoid, pastikan kita juga melakukan hal ini biar wiskulnya seru nggak pake sakit:

  1. Cuci tangan dengan rutin (inget ya, dengan sabun, pakai air mengalir dan lakukan selama minimal 40 detik),
  2. Sedia tissue basah atau hand sanitizer buat jaga-jaga kalau keadaan nggak memungkinkan untuk cuci tangan,
  3. Hindari kebiasaan jajan makanan sembarangan, tenang, tetep bisa street food hunting tapi perhatikan kebersihannya yaaaa,
  4. Minum air matang atau pastikan merebus air hingga mendidih.

Nah, komplit kan tips pencegahan dan perlindungan diri biar selama wiskul tetap sehat dan jalan-jalannya seru? Tapi biar dapat informasi terbaru dan paling kekinian, monggo difollow akun @kenapaharusvaksin , di sana lengkap banget infonya. Jadi makin pinter deh.

Selamat berakhir pekan, Sobat CE. Wiskul ke mana wiken ini? Jaga kesehatan dengan Vaksin Hepatitis A dan Demam Tifoid ya.

Baca lagi:

1. Kuliner Eka di Resort World Genting, Malaysia

2. Kuliner Nusantara: Ikan Mas Arsik Khas Batak

3. Bandeng, Kuliner Semarang

4 respons untuk ‘Perlukah Vaksin Hepatitis A dan Demam Tifoid Sebelum Travelling?

Add yours

  1. duuuh aku jd rada serem sih bayangin ini. jd pgn vaksin juga sebelum traveling. Ga yakin jg apa aku prnh divaksin lengkap pas kecil, secara mamaku jg pelupa -_-. tx infonya mba.. secara aku rutin traveling, bahkan kdg ke negara2 ga biasa, vaksin memang ptg sih

Tinggalkan Balasan

Isikan data di bawah atau klik salah satu ikon untuk log in:

Logo WordPress.com

You are commenting using your WordPress.com account. Logout /  Ubah )

Foto Facebook

You are commenting using your Facebook account. Logout /  Ubah )

Connecting to %s

Blog di WordPress.com.

Atas ↑

%d blogger menyukai ini: