Pagi ini sungguh tidak berbeda dengan pagi – pagi yang lainnya. Jalanan Jakarta begitu padat dengan mobil yang semrawut, deru bising knalpot motor juga makian supir – supir mikrolet yang merasa jalannya diserobot (gak ngaca apa kalo mereka juga seenaknya makan jalan orang). Tapi sungguh pagi ini ada yang beda dalam rutin keseharian saya.
Karena.. emm..
karena saya ditangkap polisi !!!
Tapi eits.. jangan berburuk sangka dulu 🙂 buang jauh – jauh pikiran negatifnya, baca dulu sampai selesai baru boleh kasih komentar 🙂
Macet, merayap hingga parkir gratis di jalanan itu adalah makanan sehari – hari bagi komuter macam saya. Komuter yang punya rumah di pinggiran timur Jakarta tapi nekat mencari nafkah demi sesuap nasi dan segenggam berlian di pusat kota hehhee. Selain kesabaran, macet juga mengajarkan banyak hal kepada saya dan suami, salah satunya adalah pintar cari jalan tikus. Nah, melihat Fly over Saharjo yang ke arah Casablanca tadi pagi pamer susu (sssh.. ! jangan ngeres dulu) artinya padat merayap susul – susulan, maka suami berinisiatif memotong ke Jl. Dr. Saharjo. Lalu nanti masuk lagi ke jalan Casablanca. Biar lebih mudah pake gambar aja ya :
Rute normal :

Rute jalan tikus :

Jadi niat kami muter seperti gambar ini…

Tapi begitu kami mutar, entah dari mana datangnya tiba – tiba abrakadabra !! Muncullah pak polisi berbadan tegap dengan gagah dan seragam lengkap menyetop Lafly Blue. Wadoooh kena dech !!!
Setelah meminta kelengkapan surat – surat dan suami saya dengan suksesnya tidak bisa menunjukkan SIMnya (duuuch hubby.ku sayang, koq punya SIM mati gak diperpanjang seeeh, kalo ketangkep gini kita bisa kena denda lebih gede tau alias ditodong oknum polisi yang memanfaatkan situasi) APES.COM.
pak polisi bertanya begini, ”Sudah tau salahnya belum ?”
Suami saya yang pelit kata diam aja gak mau ngeladenin pertanyaannya karena baginya kalo memang salah maka cepatlah berikan kami surat tilang, gak usah banyak basa – basi nanti malah jadi basi beneran.
Maka sebagai istri yang baik (sebenernya karena keder juga liat tampangnya pak pol sich, soalnya kalo dicuekin kan nanti dia tambah BT trus malah mukanya tambah serem trus saya kena serangan jantung ringan gimana -lebay- hehehe), saya menjawab, “ tahu pak kami muter sembarangan kan?”
“Nah itu tahu, memang gak lihat tanda gak boleh muter apa? Koq nekat?” bertanya dengan penuh wibawa.
Dengan dodolnya saya jawab, “oh tanda U dibalik lalu dicoret itu pak? Saya liat sich tanda itu pak, tapi saya gak liat bapak” gimana mau liat, wong sampeyan muncul dari semak – semak gitu pak tapi untung kalimat itu tertahan dibibir saja, gak sampai meloncat keluar. Kalo iya, gak kebayang dech apa yang akan terjadi :p hehehhe dan pak polisi pun hanya geleng – geleng kepala. Mungkin dia eneg plus menahan diri biar gak meledak ngeliat tingkah pecicilan saya hihihi.
Lalu terdengarlah kalimat sakti itu,”Ya udah, mau dibantu ?”
Seiring keluarnya pertanyaan itu hilang juga wibawa pak polisi.
Duuuch… andai saja… Andai kalimat itu ditanyakan ketika saya lagi nenteng-nenteng tas belanjaan di mall karena abis ada sale, saya pasti senang sekali. Tapi ketika itu ditanyakan dipinggir jalan oleh seorang polisi gagah dengan perut buncit dan kami berada dibalik kemudi. Hoooek ! Kalimat itu kehilangan daya tariknya !
Sementara kami belum memberikan jawaban, pak Pol meninggalkan kami. Tapi bukan karena kami boleh melaju lho, tapi karena ada mobil lain yang muter juga. Hehehe dapat mangsa lagi ya pak Polisi ? puas dech pagi – pagi laris maniiis. Namun Tak sampai lima menit, pak polisi sudah kembali lagi ke mobil kami setelah beberapa lembar uang bergambar pahlawan Gusti Ngurah Rai berpindah tangan.
Dari luar jendela mobil terdengar suara serak-serak becek pak polisi,
“Bagaimana ? Kalau tilang bisa mahal karena tidak ada SIM dan melanggar peraturan, tapi kalau mau dibantu….,” tak dilanjutkan kalimatnya. Maaak, sebel banget dengernya !!
Melihat keraguan terpancar dari mata, pak polisi pergi meninggalkan kami (lagi) dan tentu saja bukan agar kami punya kesempatan untuk berdiskusi mengenai berapa bantuan yang perlu diberikan padanya agar STNK mobil bisa kembali. Tapi karena ada mobil lain yang juga bisa dijadikan mesin pengeruk uang (sudah 2 mobil lho selain kami). Terbersit keinginan untuk menyudahi drama pagi hari ini dengan merelakan beberapa lembar jatah hang out akhir pekan, namun nurani ini teriak – teriak terus. Kami berdua diam dalam kebimbangan. Memecah keheningan, suami saya dengan bijak berkata bahwa kita harus belajar bertanggung jawab dengan membayar denda karena memang kami ini sudah salah melanggar rambu – rambu lalu lintas, gak usah nambah daftar dosa dengan suap lalin. Memang sich gak sampai diinvestigasi KPK tapi berapa pun nilainya itu tetap suap dan itu salah. Untuk meliat seberapa kuat keputusan yang telah diambilnya, saya coba mengingatkan betapa repot mengurus surat tilang itu, terbayang waktu yang terbuang karena harus ke pengadilan, ke Polda belum lagi keribetan calo-calo yang tetap saja bertebaran di sana. Namun suami saya bilang, “kita jalani saja prosedurnya, wong kita memang salah”. (I love u my hubby hehehe!!) Di saat itu kami teringat forward.an email yang dikirim entah siapa, bahwa bila kita mengaku salah maka minta saja tilang slip biru, jadi nanti denda langsung masuk kas negara. Bulat sudah keputusan kami, bahwa kami mau minta ditilang saja : slip biru.
Kembali dari rear mirror terlihat transaksi pinggir jalan antara polisi dan pengemudi korban ketiga yang kami lihat. Setelah itu ia kembali pada kami. Dalam hati ini saya bertanya, gak bosen ya pak bolak – balik ke sini, ke mobil yang berisi dua manusia berkepala batu 😀 Setelah pak pol membungkukkan badannya, dan sebelum ia berbicara hingga membuat saya tambah kesal melihat wibawanya melorot lagi, saya bilang gini,”pak, tilang saja, oh ya karena kami mengaku bersalah minta tilang slip biru ya.” Sebentar ia terlihat agak kaget namun kemudian dengan suara menahan kekesalan, pak pol menakut-nakuti kami bahwa prosedur tilang walaupun slip biru sangat ribet. Tapi tak takut dengan ancamannya, suami ngotot minta tilang saja. Sempat adu argumen sebentar sebelum pak Pol menyingkir ke pinggir jalan guna menuliskan surat tilang kami.
Di dalam mobil, kami tersenyum puas. Karena kami tidak membungkam suara nurani, tidak mengambil jalan pintas demi memudahkan hidup ini. Agak lama juga kami menunggu, ada sekitar 15 menit. Waktu pak Pol menghampiri mobil ini, bukannya memberikan surat tilang malah ia bertanya lagi, “ Apa anda yakin tidak mau dibantu ?”
Maaaan…. !! Seperti disiram air es rasanya, sudah menunggu sekian lama, sudah terlihat jelas bahwa kami tidak mau terseret skenario suap – menyuap, kenapa juga masih ditanya begitu. Mau marah gak siiichhh ??????!!!!
Namun entah kelemahlembutan datang dari mana saya bilang gini, “pak, bapak menjalankan tugas untuk menjaga ketertiban lalu lintas, maka biarkan kami menjalankan tugas kami sebagai warga negara membayar kesalahan kami.” Raut kecewa terlihat jelas di wajahnya, mungkin kesal karena penantiannya sia – sia. Melayang sudah impiannya mendapatkan rupiah tidak halal dari kantong kami.
Sesudah itu saya kira ia akan segera memberikan surat tilang kami, ternyata perkiraan saya salah. Tahu kenapa? Karena ia dengan sigap menyetop mobil lain yang salah muter juga. (another victim for him). Saya berpandang – pandangan dengan suami, bingung juga mau bagaimana lagi. Kami mencoba tertib koq malah dihalang-halangi. Sementara kami menunggu surat denda tilang, sudah 3 mobil yang melenggang karena memberinya uang. Kami dikejutkan suara pak polisi yang muncul tiba – tiba seraya menyodorkan STNK dan berkata, “Saya beri kesempatan sekali lagi, pelanggaran ini jangan diulangi lagi, sekarang sudah jalan sana !”
Bengong adalah reaksi pertama, tapi sukacita dengan cepat melanda J Takut pak polisi berubah pikiran, bergegas suami memasukkan gigi persneling bahkan ucapan terima kasih saja terlempar sesaat sebelum mobil ini jalan. Heem…Saya tidak bermimpi untuk mengubah negara ketiga terkorup di Asia Tenggara versi Jakarta Post ini menjadi 100% bebas korupsi. Tapi yang pasti saya mulai dari diri sendiri. Saya bukan malaikat yang gak punya salah, tapi paling tidak saya terus berusaha menjadi manusia yang lebih baik. Ketika kami berusaha bersih, ternyata diberikan kemudahan oleh Allah Maha Pengasih. 🙂
* dan kulihat suamiku sedang mencari – cari waktu kosong untuk memperpanjang SIM – nya.
pertamax…….
oops…..jadi inget cerita dosen jaman kuliah dulu, mahasiswanya bela-belain melanggar biar dapet surat tilang buat contoh mata kuliah hukum acara pidana. hehehehehe……
*ko rasanya ga nyambung yah saya ?? dong..dong…*
di medan wempi pernah ditanyain “sudah makan siang belum?” sama pak polisinya
SAlut buat kamu konsisten banget,
Mungkin Polisi itu juga takut ada famili kita yg berpangkat tinggi ya
GREAT!!!
Sampai pada akhir paragraf tulisan, baru aku menyadari: rupanya selama membaca postingan ini aku menahan nafas. Huffhh…
Tulisan ini bergizi, bervitamin, penuh dengan kandungan protein serta berbagai macam nutrisi lainnya. Nggak nyangka itu yang kalian ambil sebagai pilihan. Polisi macam itu memang wajib diberi pelajaran!
Pernah juga aku minta ditilang polisi karena dianggap melewati marka jalan. Dia kesal bukan main karena aku lebih memilih ditilang. Betul, segala cara dia upayakan agar dibantu saja. Sampai akhirnya aku bersikeras minta ditilang, dia seperti jengkel ada orang lebih memilih mengakui kesalahannya. Heran.
Tapi beberapa saat lalu terpaksa keluar gocap juga. Gara-gara dari Thamrin langsung belok ke Medan Merdeka Selatan. Habis tandanya di ujung. Itu pun karena ikut beberapa mobil di depannya.
Di ujung depan tampak segerombolan polisi yang membiarkan mobil-mobil salah itu membelok, berhenti menunggu lampu merah. Mestinya kalau belok ke Medan Merdeka Selatan langsung itu nggak boleh, mereka ngasih tau agar lurus dulu dan memutar di depan. Ini mah dengan sengaja dibiarkan salah dulu, begitu lampu hijau, baru distop tuh semua mobil. Geblek!
Apalagi alasanku kalau bukan: “Sorry Pak, kagak tau. Dari Bandung.”
Segampang itu ngeluarin gocap? Seperti ceritamu, Ka, jelas tidaaakkk… Otot-ototan dulu.
Gila aja ditilang di Jakarta!
yakin pake otot-ototan, DM?
yakin? kita boleh tanya saksinya loh.
aku tanya lagi, tapi jawab yang jujur, ya? yakin?
kalau yakin ya udah. hihi…
eka, aku suka banget baca tulisan ini. seneng dan berasa menang deh membacanya. menang melawan korupsi. dan setuju, itu semua dimulai dari diri sendiri!
romantika di jalan bersama pak polantas memang banyak macam ragamnya. tapi cara menghadapinya sering hanya seragam, suap! mudah-mudahan ragam yang tak biasa ini, meminta ditilang dengan tiket biru, lebih sering kita lakukan ketimbang ambil jalan pintas. seperti kata suamimu, belajar bertanggung jawab. terbukti niat baik itu selalu mendatangkan kemujuran. hehe!
Hihihi. Yang duduk di sebelah protes. Habis kamu cuma bengong doang.
Yakin, Hemm… 😀
Nah, kalau gravatar-ku, kira-kira tau apa artinya, Ka? Hihihi… 😉
Hehehehe. Nggak lah. Itu mah iseng aja…
mantab! memang yang harus dibenahi bukan cuma yang disogok, yang nyogok juga 😆
wkwkwk..lucu banged siy gambarinnya..jadi bener2 bisa ngebayangin..
percuma dulu heboh2 pengenalan slip biru klo tyt mental aparat kita masih kaya gini…
hahhahahha
kwakakakakka…
gak nyangka kita senasib…
tapi bedanya roy di jogja….
tapi bis tu polisisnya mnta maaf ma roy…
heheh
Polisi pun sering malas repot dengan prosedur mereka sendiri… 🙄
Eh, akhirnya nyampenya lebih telat daripada kalo gak motong? 😛
Wah.. Eka, itusih bukan “ditangkap polisi” tapi “di stop polisi”.. Uh.. apaan sich kok malah mbahas terminologi… 😀
*Dilempar pake buku tilang slip biru..!!*
Polisi : “Mau dibantu..?”
Mb’ Eka : “Tolong itu rambu gak boleh muternya dicopot, Pak …”
Hebat dech.. Hebat ceritanya, hebat isinya, hebat pula para pemainnya. Salut dech.. Salut sama mbak, salut sama suami mbak. Sebel dech.. Sebel sama aturan yg ribet bin njlimet, sebel sama penegak hukum yg gak konsisten. Jadi kesimpulannya..siiiip dech..makan nasi pake sayur lodeh..hehe. (isi ceritanya mantap)
hehe.. trnyata polisi indonesia selain cinta damai dan suka menolong, juga berbakat jadi presenter acara kuis. buktinya berkali-kali mempertanyakan tentang “keyakinan”.
iya, sbenarnya kan korupsi itu 2 jalur. ada yg menyuap ada yang disuap. coba ada lebih banyak orang sperti eka yg menolak jadi bagian dari proses jual-beli itu
Maanntaapp…!!
Say No to KKN
pengen nambahin istilah :
padat merayap tanpa harapan
Wah ceritanya lengkap sekali Mbak..
Benar2 seperti “tutorial” kejadian kemaren hohoho…
Ya kalo saya mah malah ugak mudeng soal jalan2 kek gitu, sampai sekarang punya motor ajah kaga, apalagi SIM hohoho..
ANgkot adalah favoritku…
saat mata di menjelang kata terakhir ini cerita, ada rasa sesak di dada entah gimana rasanya, yg jelas berbagai rasa berbaur, bangga, malu, sedih, senang. dan yg pasti cerita Anda inilah yg menyebabkannya — ending ceritanya mantap menggugah emosi.
wah ceritanya cocok bgt buat iklan layanan masyarakat nih, eh udah tau blum blogger-blogger perempuan mw kumpul pada acara ngeblog bareng generasi kartini…
ide bguss tuH mBa…;)
Wah saya juga kemarin kena tangkap polisi di bundaran HI. Polisinya baik, dan memang saya salah.
But, karena saya kemarin buru-buru (tanpa bermaksud mendiskreditkan si bapak), saya memilih gak mau ke pengadilan, gak ada waktulah klo di Jkt ini tahu sendiri waktu rasanya berharga sekali. Saya titip saja dendanya ke si bapak, ya itu urusan dia apa dia masukin kantong ato kasih ke pengadilan.
Saya salut sama pak polisi di dr.saharjo itu, masih mo maafin. Semoga bapak dapat berkah dan naik jabatan ya pakkk…. 🙂
saya satu bulan ini di kena tilang 3 kali pusing gwe, . . . . pertama lampu tidak dinyalakan, terus sepioon hanya satu dikanan saja, sala jalan pus ! ! ! nG
salut
salut buat gambarin skrinsyut nya
*hahahhaha
Kasihan… pak polisi… tidak dapat kesejahteraan dari instansi, harus cari sendiri di jalan. Dah gitu… jangan-jangan dia setoran sama kumpol (kumandan polis) makanya dia berpakaian dinas.
*prihatin.com*
salam hangat
duuuh begini donk baru manteb
polisinya pasti bengong abiiiis
awas lho denger-denger kalau polisi berhasil memancing pengendara buat menyuap mereka, ntarnya ,mereka dapat bonus katanya sih
Skarang polisi jago ngumpet, kaya penjahat ya
hahaha…
sesuap nasi dan segenggam berlian.. yakin ito cuma mau segenggam??
😛
biasanya sih kata Bang Iwan “Tawar menawar harga pas tancap gas”
Tapi yang ini ceritanya berbeda
ternyata email slip biru itu bukan isapan jempol ya… makasih inponya bos
yup slip biru kan langsung ke bank ya mbak bayarnya jadi langsung ke negara 🙂
gw pernah juga ketilang…30 ribu untuk biaya titip sidang…..hebat kan ?
salam kenyal , sekenyal-kenyalnya ya mbak…and jangan sungkan mampir and kasih gw kritikan ya..thx 🙂
Wah, seru ceritanya..
Bener banget tuh, kalau ketangkep mesti minta surat tilang saja, nggak usah suap. Desya juga pernah ketangkep polisi, adegannya sama kayak polisi yang nangkep kakak deh, jadi kesimpulannya koq Polisi banyakan yang gitu ya?
Wah ketipu judulnya sepertinya romantis gitu nggak tahunya “acarah penilanganh” terlaluh
Ha ha ha ha
belum pernah ngalamin ditilang hihihi
(soalnya naik taxi terus kalo di jkt)
EM
hahhaha…mbak suaminya langsung kalang kabut ya urusan sma SIM.
walah kl aku sih kayaknya udah kebal di tilang hahahha. cuma 2X sih. dulu, pernah ditawarin damai. akhirnya aku ngasih 5000 doang, tapi aku masukkin di dalam tisu. setelah aku pergi, aku tertawa lepas hahahahha….mie ayam aja gak cukup goceng …ku tipu kauuuu… (banyangan tuh pak pol 20.000 kali yeee
hahahhaha….emang enak tuh polisi…..!!!!
kalo semua kaya mba aja,pasti jarang yang mau jadi polisi………!!!hahahahahahahah
well, semoga Tuhan mengampuni segenap polisi korup yg ada di indonesia ini.
anyway salute for you, eka!
keep rockin’!
well, semoga Tuhan mengampuni segenap polisi korup yg ada di indonesia ini.
anyway salute for you, eka!
keep rockin’!
Selamat, anda batal di Tilang…???!!! Hehe…
***
Ha ha ha.. trims bu !
klo aku tilang, tilang aja, ntar tinggal telp temenku…
2-3 hari dah balik deh STNK, SIM ku tanpa bayar sepeserpun hehe..
lam kenal mbak
Lateway » huft serasa baca komik wiro sableng 😀 …Tapi terbawa masuk ke ceritanya…mw tahu proses sidang sampe nyasar ke sini…hahaha mantap mba penghayatan artikel nya..seperti baca buku curhat hehe