Jelajah Angkor Wat yang Seolah Tiada Habisnya

“Experience, travel – these are as education in themselves.” – Euripides

Puas menikmati pemandangan matahari terbit Kamboja yang memukau di bagian depan Angkor Wat, pemandu yang kami sewa (yang mengelabui kami dengan nggak ngomong kalau harga fee dia itu mencakup 3 kuil sementara kami cuma pakai jasa dia buat menjelaskan 1 kuil aja -iya, masih dongkol makanya ditulis lagi- hahaha) membawa kami memasuki areal Angkor Wat.

Kami berjalan pelan menuju ke bangunan hitam besar dari sayap kiri. This ist! Begitu batin saya berkata, ini waktunya masuk ke dalam salah satu bangunan yang sudah menjadi saksi bisu silih bergantinya pemerintahan di Kamboja, mulai dari yang adem ayem sampe yang berdarah juga.

Sejarah Singkat Angkor Wat

Secara harafiah, Angkor berarti Kota dan Wat bemakna kuil/candi. Jadi Angkor Wat adalah kota kuil alias ada begitu banyak kuil di sini. No wonder ya, tiket buat jelajah Angkor itu dijual untuk 1 hari, 2 hari bahkan 3 hari. Lha gimana, kuilnya bertebaran di seluruh sudut kota.

Angkor Wat berdiri di abad ke-12, can you imagine that this temple is almost 1 century old? Hampir 1 abad, man! Awalnya dibangun sebagai Candi Hindu yang berkiblat ke Dewa Wisnu oleh Raja Khmer Suryawarman II . Jangan heran ya kok namanya mirip orang Indonesia, sesungguhnya nama tersebut berasal dari Bahasa Sansekerta. Iya, karena kita punya sejarah panjang dengan agama Hindu juga kan?

Angkor Wat yang memesona

Sebagai candi terbesar di Kamboja, Angkor Wat difungsikan sebagai tempat ibadah sekaligus ibukota Kerajaan Khmer pada masa Raja Suryawarman II.  Candi ini bisa dibilang unik karena di masa itu rata-rata raja membangun candi yang didekasikan kepada Dewa Siwa namun Raja Suryawarman II justru mempersembahkan candi ini bagi Dewa Wisnu. Ya, nggak masalah sih, suka-suka rajanya kan? Kalo kata anak zaman now sih, seterah dah, die yang punya duit. Hehehe.

Lalu, seiring waktu, entah gimana Angkor Wat berubah menjadi Candi Buddha hingga sekarang meskipun dalam perjalanannya sempat dirusak pada masa komunis. Banyak stupa dan patung yang dihancurkan agar masyarakat tidak bisa berdoa pada saat itu. Hiks.

Angkor Wat ini adalah candi kebanggaan penduduk Kamboja, saking pentingnya, candi ini dimasukkan sebagai simbol di bagian tengah bendera Kamboja. Keren ya?

Baca juga:

1. Itinerary Liburan Keluarga ke Korea

2. Itinerary Jalan-jalan ke Siem Reap, Kamboja

3. Gimana Rasanya Liburan ke Vietnam, Negara Komunis Itu?

4.  Cara Liburan Hemat ke Kuala Lumpur, Malaysia

 

Pintu masuk sayap kiri Angkor Wat. Terlihat gelap dan sedikit mencekam padahal aslinya auranya enggak lho. Penampakannya aja.

Jelajah Angkor Wat

Setelah menaiki beberapa undakan sampailah kami pada dinding bagian depan yang penuh dengan relief. Memang reliefnya sudah mulai pudar dan tidak lagi tertata bagus tapi masih cukup timbul sehingga bisa jelas dilihat. Di dinding sepanjang hampir 500 meter ini terdapat cerita epic Ramayana dan juga beberapa dewa. Duh, lalu saya jadi merasa ada kedekatan emosional karena sebagai penduduk nusantara, rata-rata kita akrab sama cerita Ramayana, bukan?

Relief Rama & Sinta di dinding Angkor Wat

Setelahnya kami masuk ke bagian dalam dan menemukan lorong-lorong panjang. Basti berlari-larian di tengah koridornya membuat saya deg-degan kuatir mengganggu pengunjung lain. Beruntung, Basti akhirnya berhenti karena dia mendadak jiper sendiri melihat orang banyak. Mungkin takut terpisah juga dari kami ya. Hehehe.

Bagian luar Angkor Wat

Menginjak Titik Nol yang Dipercaya sebagai Pusat Bumi (Zero Magnetism Area)

Di bagian dalam terdapat area luas sekali yang dibagi menjadi 4 kolam yaitu api, air, bumi dan udara. Di mana ke-4 kolam tersebut merupakan elemen keseimbangan alam. Di bagian tengah dari kolam tersebut dipercaya oleh penduduk setempat sebagai titik pusat bumi. Alis saya sempat berkernyit mendengar penjelasan pemandu wisata kami. Heh, gimana ceritanya titik tempat kami berdiri ini adalah titik nol bumi? Berdasarkan penelitian siapa? Apa sudah dibuktikan? Dan beragam pertanyaan lain berkelebat di otak saya.

“Try to put a compass here, you’ll see that this is the zero point of the earth. The compass won’t spin,” kata pemandu wisata seolah bisa membaca pikiran saya.

Lalu Adrian pun mengeluarkan kompas yang ada di ponselnya dan ternyata bener lho! NOL, dan nggak gerak. Karena penasaran, pas balik ke Indo saya jadi cari tau deh apakah benar Angkor Wat itu titik nol bumi. Kalo benar, kok ya saya kudet? Rasanya nggak terima, pengetahuan sebesar ini kok bisa-bisanya selama ini nggak tahu? Hahaha.

Titik Nol (Zero Magnetism Area) Angkor Wat yang dipercayai penduduk setempat sebagai pusat bumi. Jarum kompas nggak bergerak di sini.
Tentu saja wajib narsis di Titik Nol Angkor Wat. Harus diabadikan!

Dan akhirnya dapat penjelasan ilmiahnya. Memang betul ada yang namanya Titik Nol tapi lokasinya bukan cuma satu melainkan beberapa. Lho kok bisa? Iya, jarum kompas nggak bergerak karena daerah itu memiliki daya tarik yang sama besarnya di antara kutub utara dan kutub selatan. Lokasi yang begitu dinamakan ‘Zero Magnetism Area’. So far sih selain di Angkor Wat, Makkah lalu baru-baru ini Emha Ainun Najib juga menemukan daerah Trowulan yang merupakan ibukota Kerajaan Majapahit juga merupakan ‘Zero Magnetism Area’. Tentu saja soal Trowulan ini masih butuh verifikasi lebih lanjut ya.

Salah satu kolam dari 4 elemen keseimbangan alam di Angkor Wat.
Patung yang dirusak pada masa komunis agar orang-orang tidak bisa berdoa. Kala itu patung-patungnya dirusak lalu kepalanya dijual di pasar gelap.

Memasuki Angkor Wat lebih dalam terdapat sebuah bangunan yang merupakan perpustakaan pada zaman dulu. Memang buku-bukunya sudah tidak ada namun fakta bahwa ada perpustakaan 800 tahun lalu membuat saya terkagum-kagum. Mereka yang menghargai buku dan bacaan adalah mereka yang meghargai peradaban.

Tantangan Maut: Menaiki Tangga Menuju ke Surga

Angkor Wat ini arsitekturnya unik, makin ke dalam, bangunannya makin tinggi. Di sinilah saya melihat menara utama Angkor Wat yang dibangun sebagai simbol gunung keramat, Gunung Meru, yang dianggap suci oleh masyarakat Kamboja. Menara utama yang sedang dipugar ini memilik 70 anak tangga dan tidak dibuka setiap hari. Ada hari-hari khusus yang dinamakan Holly Days (yang tanggalnya ditentukan sesuai pergerakan purnama) di mana area ini ditutup dan hanya dibuka untuk para biksu berdoa.

Menara Utama Angkor Wat dengan tangga menuju ke surganya,

Sambil menunjuk 70 anak tangga di depan, pemandu kami di Angkor Wat bilang kalau ini adalah tangga menuju ke surga. Jadi tangga ini sangat curam dan kecil sehingga sulit banget dinaikki oleh orang-orang. Sudah tak terhitung berapa orang yang jatuh lalu meninggal saat mencoba naik atau turun. Biasanya para biksulah yang sukses naik ke atas lalu berdoa di sana. Mungkin ilmu meringankan tubuhnya udah khatam banget kali ya atau memang bisa fokus banget.

Saya bergidik ngeri ngeliat tangganya. Asli, kecil bener! Kayaknya telapak kaki saya aja nggak muat deh di situ. Mungkin naiknya sih (walau susah payah) bisa dilakuin, tapi turunnya jelas PR banget. Tangga yang kecil plus gravitasi, oh no, thank you! Nggak heran deh kalo banyak yang kepleset.

Namun sekarang Angkor Wat sedang direnovasi dan dibangun tangga buatan. Kalau di foto, tangga buatannya yang di sisi kiri dan kanan sementara yang asli yang maut baget itu ada di tengah. Tangga bantuan ini dibuat lebih manusiawi biar orang-orang bisa naik ke atas juga dan berdoa.

Niatnya sih baik tapi saya jadi mikir. Kalo kayak gini mengurangi esensi khusuk dan kudus untuk fokus 100% pas mau naik beribadah gitu nggak ya?

Sentimentil di Angkor Wat

Anw, berada di Angkor Wat tuh ya walaupun rame orang dan bising tapi somehow vibranya adem banget. Rasanya positif dan teduh gitu, bawaannya jiwa tuh merasa tentram dan bahagia. Apa mungkin ini pengaruh Angkor Wat yang merupakan tempat ibadah atau karena ‘Zero Magnetism Area’ yang konon katanya memang bikin damai itu? Entahlah. Tapi tempat ini worth banget buat dikunjungi, sebagai pengingat betapa jayanya masa lalu saat itu.

Salah satu jendela yang rusak dimakan waktu di Angkor Wat. Ohya, di sisi kiri dan kanan jendela itu ada lubang-lubang medium seolah-olah dindingnya bolong, itu adalah ubang untuk tali. Pada zaman dulu saking beratnya batu untuk pembangunan Angkor Wat maka mesti ditarik oleh gajah dengan tali yang diikatkan di lubang itu.

Saya percaya setiap gedung mempunyai jiwanya sendiri, saya hanya bisa membayangkan bagaimana sibuknya tempat ini di masa lalu. Orang hilir mudik bersembahyang, menambah wawasan dengan membaca buku juga melakukan upacara-upacara keagamaan. Tempat ini sungguh luar biasa pada masanya!

Meskipun awalnya dibangun sebagai candi Hindu namun sekarang menjadi candi Buddha dan masih banyak orang bersembahyang di sini.

Hampir 1,5 jam kami menjelajah Angkor Wat, jika digabungkan dengan proses melihat matahari pagi sebelumnya, maka total 2,5 jam kami berada di sini. Panas matahari mulai menggigit kulit, beruntung di bagian luar Angkor Wat terdapat beberapa penjaja makanan dan minuman yang lokasinya tak jauh dari danau tempat kami melihat sunrise sebelumnya. Langsung deh kami pesan kelapa muda, sementara mata mama saya sibuk melihat oleh-oleh selendang sutra yang berjejer dijajakan di sana. Ah, penutup pagi yang sempurna. Hehehe.

Sobat CE, suka main ke candi gitu, nggak? Pernah membayangkan bagaimana sibuknya tempat itu dulu?

 

Baca juga:

1. Sunrise di Kamboja

2. Melihat Angkor Wat dengan Balon Udara

Iklan

13 respons untuk ‘Jelajah Angkor Wat yang Seolah Tiada Habisnya

Add yours

  1. Seneng banget bacanya, selalu asik! Apalagi baru pertama ke Angkor Wat. Tetapi jarang kali ya orang ke Angkor lebih dari satu kali hahaha… Engga kayak saya, ga pernah bosen ke Angkor Wat dan candi-candi lain di sana, meskipun udah berkali-kali hahaha… ada aja yang menarik buat diliat. Jadi, kapan liat candi yang lain, mba? 😀 😀

Tinggalkan Balasan

Isikan data di bawah atau klik salah satu ikon untuk log in:

Logo WordPress.com

You are commenting using your WordPress.com account. Logout /  Ubah )

Foto Facebook

You are commenting using your Facebook account. Logout /  Ubah )

Connecting to %s

Blog di WordPress.com.

Atas ↑

%d blogger menyukai ini: