“Traveling tends to magnify all human emotions.” – Peter Hoeg.
Setelah terharu biru di Bukit Doa Tomohon, kami pun melanjutkan perjalanan lagi. Kali ini tujuannya adalah Bukit Kasih. Selama 50 menit menyusuri jalanan utama Manado-Tomohon menuju Bukit Kasih, mata saya tak bisa lepas dari pemandangan indah yang ada.

Berbeda dengan Bukit Doa di mana begitu turun dari mobil saya disambut keheningan yang menyejukkan hati… di Bukit Kasih, begitu mobil kami sampai, langsung diserbu orang banyak. Ada sekitar 20 orang kayaknya. Err…. Riuh dan sesak sambil berseru-seru.. “Kakak.. Mau ngapain? Kakak mau naik ke Bukit? Kakak selamat datang di Bukit Kasih!” Begitu teriak mereka. Saya lirik wajahnya Bisma udah pucat pasi, Dimas mencoba cool dan Bobby santai aja. Kalo saya mah kipas-kipas rambut. Agak GR gitu. Berasa artis disambut fans Eh! Hahaha. Dengan susah payah, saya dan teman-teman keluar dari mobil. Usut punya usut, hal tersebut ternyata lazim terjadi. Penduduk lokal mengerumuni pendatang yang ingin berwisata dengan harapan mereka bisa menjadi guide untuk kami naik ke atas bukit. Mbak Merin, teman saya ngetrip, membisiki telinga saya untuk memilih satu orang guide. Saya lemparkan pandangan ke lautan orang yang terus berkerumun. Pilihan saya jatuh ke seorang remaja tanggung bersuara hangat yang mengucapkan selamat datang tanpa memaksa untuk memakainya sebagai guide. Pilihan yang random saja :).
Lambang Toleransi Beragama
Joni, begitu namanya. Ia memandu kami menaiki tapak demi tapak tangga di Bukit Kasih ini. Ohya, buat menuju ke puncak bukit belerang yang masih aktif itu kami mesti mendaki banyak sekali anak tangga. Anak tangganya sih nggak curam banget kayak di Gunung Gede ya. Tapi karena lebih dari 2000 anak tangga, jadi ya ngos-ngosan juga . Itu keringat segede jagung mah udah biasa jatuh bergulir, baju juga jadi lepek basah karena berkeringat. Lumayan banget olahraga gratis. Hehehe.

“Kak, ntar perutku bisa langsung kempes nggak ya abis naik tangga?” Tanya Bobby bercanda saat melihat tangga yang menjulang tinggi. Saya tertawa kecil mendengarnya. “Halah, begini doang sih gampaaaang! Teriak Bisma menimpali Bobby, kemudian ia melesat jauh ke depan.
Saya dan Dimas tertawa-tawa melihat mereka bercanda. Di luar sih saya ketawa, tapi di dada sih udah lumayan mulai megap-megap keabisan napas. Hahaha. Tapi acting sok cool tetap harus dilaksanakan dong 😉 Sesekali saya berhenti untuk mengambil napas. Faktor U emang ngaruh banget ya. Hahaha. Walo perjuangan naik ke atasnya emang PR (tapi nggak susah banget kok) namun pemandangan di atas lumayan oke.

Dinamakan Bukit Kasih karena tempat ini merupakan lambang keharmonisan beragama. Selain monumen kasih juga terdapat lima rumah ibadah di Bukit Kasih, satu gereja Katolik, satu gereja Kristen, kuil Buddha, Mesjid, dan candi Hindu di puncak bukit di mana semua pemeluk agama bebas beribadah dengan aman dan nyaman.
Joni bilang bahwa orang Minahasa itu baik-baik dan selalu rukun. “Pada dasarnya kita torang basodara, kak! Semua adalah saudara jadi tak perlu berlaku beda hanya karena tidak sama.” Begitu kata Joni. Saya tersenyum menyadari kearifian Joni yang melampaui usianya. Andai… Andai ya semua orang bisa berpikir begitu maka yang namanya bakar-bakar gereja atau aksi pengucilan terhadap suatu jamaah bisa terhindar. Andai semua orang dapat bertoleransi dan memandang perbedaan sebagai suatu keindahan yang melengkapi dunia ini, maka bentrok-bentrok antar suku atau pemaksaan kehendak bisa dihindari, toh? Itu adalah pengandaian yang tetap menjadi doa saya, biar negara kita ini aman, damai dan sentosa :).

Sampai di atas bukit, nggak afdhol kalo enggak pota-poto. Pardon us! 😛 But it was so fun! Hihihi. Jadi betah di Minahasa. Kalau mau wisata ke sini mesti ke Manado dulu. Dari Jakarta bisa naik Citilink penerbangan jam 04.45 pagi.
Tidak Ada Yang Kebetulan
Joni adalah pemandu yang baik. Ia sering menawarkan diri untuk memoto kami yang banci kamera banget ini. Tak lupa banyak bercerita tentang sejarah Bukit Kasih yang dibangun di tahun 1999 ini. Ia bilang nenek moyang orang Minahasa adalah Toar dan Limumut. Wajahnya dipahat di bukit ini.


Senyum Joni tak pernah lepas, suaranya begitu ramah, walau sedikit ada rasa gentar dalam sorot matanya. Mungkin agak takut-takut menghadapi rombongan kami yang berjumlah hampir 10 orang. Saya tak bisa menyalahkannya sih. Ia masih kanak-kanak. Belum 15 tahun umurnya tapi sudah harus hidup tanpa orang tua. Ibunya sudah meninggal, dan bapaknya menikah lagi. Tak cocok dengan ibu tirinya maka ia pun keluar dari rumah dan memilih tinggal bersama kakaknya di rumah peninggalan omanya. Kisah klasik. Hati saya miris saat mendengar ceritanya. “Baek-baeklah jaga diri ya, dek.” Begitu pesan saya sebelum berpisah dengan Joni. Ia mengiyakan sambil tertawa lebar sementara hati saya mencelos dalam hati. Saya percaya tidak ada sesuatu yang namanya kebetulan, mungkin Tuhan memang mengatur agar saya memilih Joni jadi pemandu kami, sehingga kami pun bisa (lagi-lagi) introspeksi diri dan bersyukur atas banyak hal. May life treats you kind, Joni!
Selamat hari Selasa Sobat CE, kapan terakhir kali mendaki bukit?
Little Trivia of Bukit Kasih Minahasa:
-
Saat memasuki areal Bukit Kasih, langsung tegas untuk memilih/menunjuk pemandu yang diinginkan. Ini untuk menghindari perselisihan saat pembayaran tips di akhir trip.
-
Pemandu nggak menetapkan tarif, tapi kemarin kami memberikan IDR 50.000 buat tips.
-
Selesai trip, ada banyak obu-ibu yang menawarkan jasa pijat kaki atau rendam kaki di kolam air hangat. Hmm, lumayan mengikis lelah deh.
mendaki bukit ya.. kapan ya… gak inget lagi ka. hahahaa
Cuss… Naik Bukit lagi sekarang 😉 Ama Andrew seru keknya
Hadeuhh 2000 anak tangga?? bisa ngos-ngosan bener deh buat aku yang nggak pernah olah raga ini 🙂
Olahraganya sekalian di sana kak 😛 Hahahaha
Baguss, pengen kesana. Tapi kok jauh amat ya dari tempatku. Makasih udah share 😀
Kalo dari Jakarta udah ada Citilink ke Manado. Bikin jadi dekat deh 😛 Hehehe
indah banget ya mbak pemandangannya di sana, jadi mau ke sana ni , salam kenal ya 😀
Salam kenal jugaaa. Iya, indah pemandangannya ^_^ Adem pulak
Pemandangannya indah, seindah harapan terjaganya toleransi beragama yang disampaikan di bukit ini ya Mbak 🙂
Iya. Amin banget ya semoga toleransinya meningkat.
pahatan wajah manusia di bukitnya terlihat dengan sangat jelas sekali.. dan pemadangannya pun indah 🙂
Iya. Seger dan adem yaaa.
Kirain lo disambut smashblast pas turun dari mobil. Ternyata. Hehehe.
Hihihi bukaaaan 😛
Langsung damai mbak rsanya masih ada yg bertoleransi begitu sampai di bukitnya ada 5 rumah ibadahnya, dan saling menghormati. That is what people must do right? 🙂 Btw saya malah blm pnh sampe Sulawesi hihi, makasih sharingnya.
Ps : semoga adik Joni rejekinya lancar dan sehat selalu ya
Amiiin. Semoga doanya dikabulkan.
Yuks ke Sulawesi 🙂
wowwww…kurang lebih sama seperti yang di Tarutung ya… Salib Kasih… Keren dan thanks for the tips… Ohya untuk merendam kaki kena tarif berapa?
Untuk rendam kaki sih tarifnya nawar-nawaran 😛 Tapi kemarin kalo nggak salah dibuka di harag 50ribu
uwoooo… si mba bikin aku iriiii.. jalan2 teruss.. hahaha…. aku kapan dong yes bisa jalan2 bebas begetooooh…
aku ke sulawesi cuma ke makassar dan toraja.. mudah2an bisa keliling ke tempat lain 😀
Amiiin. Aku malah blom sampe Toraja lhooooo.
8gantian iri*
Mantaaap udah sampai di bukit kasih ini 😀 memang ini lambang kerukunan beragama di kota Manado. Sewaktu pecah kerusuhan, Manado kota yang aman dan dijadikan tempat mengungsi.
err, sedikit koreksi mbak hehehe Toar dan Lumimuut 😀 patungnya ada juga di pusat kota. Kuliner mana kuliner hihiihii ada coba biapong gak, mbak? 😀
Thank you koreksinya, aku langsung perbaiki.
Hahaha… Bentar ya soal kuliner jadi pamungkas. Hehehe
Ahaa, pas baca postingan ini aku baru ngeh lagi dulu sempat nonton liputannya di TV. Saluuut saluuut dengan toleransi tinggi masyarakat sana 🙂
Keren kan? Pasa banyak rusuh agam, katanya di Manado anteng banget.
termakasih infonya, sangat bermanfaat ,
Jauh banget tempatnya ni, padahal keren lho untuk dikunjungi
Iya, lumayan tepos jalan darat dari Manado 😀 Tapi keren
Sampai ke Minahasa…will be the dream come true bangettttt
Mendoakan segera terlaksanaaa ^_^
Aku terakhir ke Manado malah nggak melipir ke sini :)) Naik bukit terakhir pas ke Wae Rebo, 5 jam trekking :)) *jadi inget belum blogpost-in jalan-jalan ke Flores*
Blogkan kaaak! Blogkaaaan
waaw 2000 anak tangga??? bisa langsing mendadak itu xD