Solo Trip: Blusukan ke Pasar Gede

Menelusuri Jejak Sejarah Solo (1)

Kapan terakhir kali kamu pergi ke pasar tradisional? Entah, saya sudah nggak ingat lagi  kapan mampir ke pasar, kayaknya udah lama banget :mrgreen:. Jadi, saat @halim_san teman blogger di Indonesian Travel Blogger (ITB) menawarkan diri menjadi pemandu menelusuri jejak-jejak sejarah Solo, langsung saja, nggak pakai pikir-pikir lagi saya iyakan.

Di mobil pun poto duyu! Maafkan kami ya Pak Supir ;)
Di mobil pun poto duyu! Maafkan kami ya Pak Supir 😉

Beramai-ramai bareng Ratri, Wiku, Adhams, Agus, Simbok Venus, dan Dodo, kami pun menyewa satu taksi. Weeiits jangan protes dulu kenapa untuk orang segambreng begini bisa muat satu taksi.. di Solo ada taksi yang bisa muat banyak… Lha wong armada taksinya ituh Toyota Avanza ^_^ Yeay! Tarifnya hampir sama dengan taksi yang sedan, tapi muat banyak. Alhasil jatuhnya murah karena bayar taksinya kan patungan rame-rame. Suka deh sama Solo!

Pemandu super baik hati di Solo. Thank you Halim San! ^_^ Pssst dia masih jomblo lhooo, kali aja pada mau gitu. Eh :mrgreen:
Pemandu super baik hati di Solo. Thank you Halim San! ^_^ Pssst dia masih jomblo lhooo, kali aja pada mau gitu. Eh :mrgreen:

Pemberhentian pertama dari tur super singkat di Solo ini adalah Pasar Gede. Pasar ini terletak di wilayah Pecinan Kota Solo. Bentuknya biasa saja, ndak terkesan kuno tapi juga nggak modern-modern amat. Menurut Halim si Pemandu kami itu, pasar ini pernah dibakar massa di tahun 1999 saat Megawati tidak menang jadi presiden RI. Sudah bukan rahasia lagi kan kalau Solo itu adalah basis massa PDIP yang kuat.. Cuma saya jadi bingung..

“Kenapa kok Megawati kalah terus pasarnya yang dibakar?” Begitu tanya saya tak mampu menyembunyikan keheranan.

“Karena pasar ini dianggap sebagai pusatnya pedagang Cina, mbak.” Begitu jawab Halim. Santai. Tanpa ada rasa sedih, marah atau kecewa, padahal Halim keturunan Tionghoa. Saya yang malah jadi sedih dan merasa bersalah.

“Maafkan kami, ya, Lim.”

“Nggak apa-apa, Mbak. Sudah biasa.”

Percakapan terhenti sebentar, saya benar-benar bingung mau menjawab apa. Dalam hati saya berdoa, semoga hal seperti ini tidak terjadi lagi.

Setelah dibakar massa, Pasar Gede telah direnovasi. Beberapa bagian tiang peninggalan bangunan lama tetap dipertahankan karena memang masih kokoh berdiri. Arsitektur dan desain pun tidak berubah dari bangunan lama.

Balik lagi ke Pasar Gede, setelah foto-foto sebentar di bagian luar pasar. Kami berbeda pendapat antara pengen masuk ke dalam pasar atau cukup di luar saja. Simbok Venus yang kelelahan enggan masuk ke dalam pasar, sementara saya yang sudah lama nggak main ke pasar kok merasa sayang kalau kita nggak masuk. Ditambah lagi dengan Halim yang gencar berpromosi tentang betapa enaknya es dawet yang ada di dalam pasar, akhirnya rombongan pun sepakat untuk masuk ke pasar Gede ^_^ Horray!

Pasar Gede itu rapi dan bersih. Pedagang dikelompokkan ke dalam blok-blok sesuai ketegori dagangannya. Pengunjung jadi gampang mencari barang yang diinginkan, juga juga memudahkan pengontrolan kebersihan. Bravo!

Saat masuk ke dalam area pasar, memori saya berputar kembali. Melihat jajaran penjual buah, ayam, makanan ringan dan segala macam dagangan itu membawa saya ke masa lampau saat mamak mengajak saya main ke pasar Klender di hari Minggu pagi. Saya ingat, mamak akan menggandeng tangan saya dan memperingatkan agar berhati-hati jangan sampai terperosok ke dalam kubangan becek yang sering ada di pasar. Waktu itu, setelah lelah berbelanja kebutuhan dapur, kemudian kami pun minum es campur di samping pasar. Saya tersenyum, meraba dada dan mengucap syukur. “Terima kasih, Tuhan, untuk semua kenangan yang pernah saya lalui bersama mamak saya,” gumam bibir ini pelan. Ahya, terkadang kita tidak menyadari bahwa hal-hal kecil yang mungkin dulunya kita pandang remeh ternyata mengguratkan kenangan yang begitu berarti sekarang ini. Betul?

Ada yang nolak-nolak masuk ke Pasar, eeeh begitu kena sihir jajanan langsung kapal! :mrgreen: Huahaha
Ada yang nolak-nolak masuk ke Pasar, eeeh begitu kena sihir jajanan langsung kapal! :mrgreen: Huahaha

Puas borong di pasar (ini Ratri dan simbok sih), kami pun bergegas pergi. Pemberhentian selanjutnya adalah Benteng Vastenberg. Stay tune di blog ini yaaa ^_^

Sobat CE, Kapan terakhir kali kamu pergi ke pasar tradisional?

Baca juga:

1. Solo Trip: Benteng Vastenburg, Riwayatmu Kini

2. Kuliner Eka di Solo

Iklan

66 respons untuk ‘Solo Trip: Blusukan ke Pasar Gede

Add yours

  1. Wuaaa ada fotoku di sini dan dipromosiin masih single huahaha…
    Seneng bisa share ttg kota sendiri ke temen dari luar kota en seneng banget bisa ketemu para blogger beken… Jadi ditunggu kedatangannya lagi lhoh 🙂

  2. Astagaaah, itu di pasar narsisnya masih kenceng aja yah 😛
    kalo ke pasar tradisional gitu inget maem soto bareng Mom-ku deh … *tuh kan jadi mewek* #efekkangen.

  3. Oh my God!
    Jajanan pasarnya bikin liur gue ngalir seember!!!
    Dan disini gak ada! Cari dimana semua ituuuh! masa kudu ke Solo besok? :((

  4. dawet pasar gede, jajanan pasar terus yg ta inget banget beli usus goreng …yummmm…
    skrg udah bersih ya keliatannya, bukan model psr becek lagi. Dulu cuma mau diajak sesekali aja beli usus ama dawet. Lama2 minta dibeliin dawetnya aja trus nunggu di rumah hihihi…Ga demen pasar becek.

Tinggalkan Balasan

Isikan data di bawah atau klik salah satu ikon untuk log in:

Logo WordPress.com

You are commenting using your WordPress.com account. Logout /  Ubah )

Foto Facebook

You are commenting using your Facebook account. Logout /  Ubah )

Connecting to %s

Buat situs web atau blog gratis di WordPress.com.

Atas ↑

%d blogger menyukai ini: