“Don’t do anything that you wouldn’t feel comfortable reading about in the newspaper the next day.” –Joel Osteen-
Nggak pernah saya bayangkan kalau saya akan menuliskan pengalaman seperti ini: hampir jatuh di Pulau Padar Labuan Bajo. Iya, untungnya hampir. Kalo beneran jatuh maka saya nggak bakalan bisa update blog lagi deh ya (duh, amit-amiiiit). Jujur, saya rada-rada malu gimana akan kejadian ini tapi demi pengingat akan kebodohan saya (jadi nggak diulang lagi) dan juga semoga “ada pelajaran yang bisa dipetik” dari hal ini maka ijinkan saya berbagi sedikit kisah di sana.
Jadi ceritanya beberapa bulan lalu saya ke Labuan Bajo untuk trip #Enjoythesun bersama Nivea. Jelas dong, itinerary yang seksi di Labuan Bajo itu tentunya main ke Pulau Padar. Salah satu destinasi wisata yang digaungkan pemerintah untuk dikunjungi daaaan, lagi naik daun! Ini kali kedua saya ke Padar dan tetap saya terkesima seolah baru pertama kali saya menginjakkan kaki di sini.
Baca juga: Apa Ada Dinosaurus di Padar?

Padar itu eksotis. Begitu membuang sauh dari sekoci yang membawa kita dari kapal pinisi yang kami gunakan buat Live on Board, terdapat cekungan bukit dengan tangga kayu yang akan membawa kita ke base point pertama. Waktu Mei tahun lalu saya ke sana tangga ini belum ada karena tangga kayu ini baru saja di buat pada akhir 2016. Walau banyak pro dan kontra tentang pembuatan tangga ini yang katanya bikin Padar nggak natural tapi saya pribadi menyambut baik keberadaan tangga ini dengan alasan keamanan. Sebelum ada tangga kayu, kalau pas mau turun bukit itu bahaya banget saking curamnya. Saya ingat beberapa teman saya tahun lalu sampe ngesot pake pantat pas turun demi menjaga keseimbangan biar nggak tergelincir ke bawah. Bahkan ada bisik-bisik dari pemandu kami, dulu ada pengunjung yang terjatuh ngglinding dari atas. Memar semua badannya dan berdarah. Hih ngeri 😦 So tangga ini cukup membantu dari segi keamanan, toh tangganya juga terbuat dari kayu jadi masih natural.
Anw, cara paling tepat menikmati keelokan Pulau Padar adalah dengan trekking sedikit ke atas puncak bukit yang memakan waktu sekitar 20-30 menit. Itu kalo orang normal ya, kalo saya sih bisa 45 menit deh hahaha. Dari puncak Padar akan terlihat lekukan 4 buah pantai yang elok banget dengan laut biru dan gugusan bukitnya. Beberapa orang bilang ada 3 base point sebelum sampai puncak tapi ada juga yang menyebutnya 4 base point sebelum sampe ke Puncak. Okelah saya anggap aja ada 3 base point aja yaaa. Saya berhenti di base point kedua. Dari sini 4 lekuk pantai memang nggak terlihat banget tapi tetap saja indah dan bikin jantung berdetak lebih kencang saking senangnya.
Baca juga: Top Things to Do in Labuan Bajo Lengkap dengan Itinerary 4D3N
Di base point kedua ini saya dan beberapa teman sibuk mengambil gambar. Karena spotnya nggak banyak maka kami pun bergantian buat ambil foto. Biar nggak bocor gitu. Kan nggak seru udah sampe Padar tapi pemandangannya ketutupan orang lain yang lagi selfi 😛 hehehe.

Nah, pas momen saling bergantian berfoto itu saya melihat ada sebuah batu di pinggir bukit bagian bawah yang tidak terlalu tinggi dan cukup besar. Naiklah saya ke sana sambil menyerahkan kamera ke pemandu. Dengan mudah saya naik ke batu itu kemudian pose dan dijeprat-jepret.

Hasil jepretannya dari atas batu saat sunrise itu seperti ini. Dijepret oleh kak @lostpacker. Follow IG nya ya.

Lalu ini saat matahari mulai muncul.
It was wonderful. Naik dan pas jeprat-jepret nggak ada masalah. Lihat saja senyum saya lebar-lebar gitu. Yang jadi masalah adalah pas mau turun… Anuh, saya baru inget kalau saya pakai rok dan nggak pakai celana ketat daleman. Saya lupa memperhitungkan faktor ini. Asli saya pusing banget pas mau turun karena harus turun dengan “cantik” biar (maaf) undie saya nggak kelihatan orang-orang. Keringat dingin mulai mengucur deras dan muka saya berubah pucat pasi. Demi menenangkan diri saya melihat ke depan. Failed! Yang terhampar adalah lautan luas yang teduh dan tenang tapi bikin saya merinding. Saya sapukan pandangan ke bawah dan yang nampak bukit curam, saya lihat ke belakang lha kok nggak ada pijakan buat turun? Doh ini kalau jatuh alamat bisa ngglinding ke bawah and God knows what will happen 😦
Saya mulai merutuki keputusan spontan yang dibuat tanpa perhitungan sebelum naik ke batu ini. “Makjegagig kenapa tadi gue naik ke sini?”
“What on earth you didn’t calculate how’d you get down from here?”
“Woooiiii, Eka… What got into you?”
Dan berjuta “why” berputar di kepala.
HELP, SAYA KEPLESET!
Saya mengambil napas panjang-panjang, teringat sesi hypnosis yang pernah saya ikut sambil berusaha menyemangati diri sendiri. “Positive vibes, positive vibes.” Mantra saya dalam hati. “Oke Eka, ayok turun pelan-pelan. Pasti ada caranya!” Karena batu ini walau pun nggak tinggi tapi nggak bisa dibilang pendek seharusnya saya turun dengan memeluk batu tapi saya nggak nemu cara buat balik badan. Bingung kan?
Tak dinyana, bapak pemandu yang bernama Pak Nun sigap berlari menghampiri saya dan menyediakan pahanya untuk menjadi tumpuan kaki. Ia memegangi saya sehingga saya bisa balik badan. Pelan… Pelan… Turun batu dengan pake rok yang agak sempit itu susah, jendraaaal. Satu kaki saya sudah memijak pak Nun, tapi satu kaki lagi menggantung. Kaki saya menggapai-gapai ke bawah berusaha mencari pijakan, saya kesulitan melihat pijakan karena pegangan batu yang lumayan besar. Lalu tiba-tiba…BRAAAK! tangan saya merosot! Kaki saya terpleset! Kaki belum dapat pijakan sementara tangan sudah kehilangan kekuatan. Deg! Saya nggak berani buka mata, ngeri! Perlahan namun pasti… Tangan saya ikut-ikutan mulai merosot dan saya nggak bisa ngebayangin headlines koran kalau sampai saya jatuh 😦 huhuhu.
Beruntung di 5 detik merosot yang rasanya lama banget itu, Pak Nun terus memegang saya dengan kuat. Dan perlahan kaki saya dapat menjejak tanah. Haleluya! Tuhan masih sayang sama saya. Tuhan ada di mana-mana bahkan melalui tangan Pak Nun yang membantu saya. Puji Tuhan akhirnya saya bisa turun dengan selamat. Terima kasih banget buat Bapak Nun. Special thanks juga buat tim Nivea yang langsung sigap memberikan pertolongan pertama sesudahnya.


JANGAN EGOIS
Sering banget saya baca berita di media online kalau ada pendaki tewas terjatuh karena selfie, atau pelancong yang terpeleset masuk jurang karena mencari spot-spot berbahaya buat foto. Dulu, kalau baca kayak gitu, saya gumun.. Apa sih yang dicari orang-orang ini? Segitunya demi poto? Yaelah bro, nyawa cuma satu bukan sembilan kayak kucing. Namun tanpa sadar saya hampir jadi seperti itu! Walau dalam kasus saya tindakan naik batu ini tindakan spontan tanpa direncanakan, bbuak yang sengaja cari spot berbahaya. Namun karena kurang perhitungan dan persiapan maka jadi boomerang dan berbahaya. Kapok, saya nggak mau cari spot-spot aneh lagi deh. Nggak sebanding sama risikonya. Safety first!

Berfoto di sot-spot berbahaya itu memang kepuasan pribadi tapi sebenarnya tindakan yang egois karena merepotkan banyak orang. Selain keluarga yang kehilangan, pacar yang patah hati, jangan lupakan petugas evakuasi yang kadang nggak pulang sampe menemukan jasad korban. Teman saya Abex bercerita bahwa suatu kali saat ada pendaki yang jatuh di Merapi, tim evakuasi itu hampir 2 minggu nggak pulang karena belum ketemu jasadnya sebab medannya sulit banget. Pernah bayangin perasaan petugas tersebut? Yang mesti susah payah bekerja dan juga menahan rindu ketemu anaknya karena bertugas? Wislah ya, kecuali memang kita terlatih menghadapi medan berbahaya atau sudah terbiasa memperhitungkan segala risiko alam, mari kita jadi pejalan yang lebih baik lagi. Ngga worth it lah kalau sampai kehilangan nyawa demi sebuah poto aja. (ini reminder banget buat diri sendiri).
Selamat Hari Rabu, Sobat CE. Pernah hampir jatuh juga saat mencari foto?
Hati-hati ekaaa :)… aku sering bandel jugaaa kalau lagi hunting foto :). Pernah hampir kepleset di Grand Canyon jugaaa dan jantung langsung nyuuut rasanya. Alhamdulillaaaah hanya hampiiir
Duh… rasanya jantung mau copot ya.. Untung masih disayang Tuhan yaaa
Wuihhhh jalan jalan terus si kakak
Boleh dong kaaak
Setuju banget, Mbak. Memang asik punya foto bagus tapi tetap yang utama memperhatikan keamanan. Udah banyak kejadian karena tidak berhati-hati.
Keren banget pulau Padar ya, Mbak 🙂
Pulau Padar itu pesonanya nggak pernah pudar. Safety first at all time!
Ada hikmanya berati mba jatuhnya. Kedepannya ga bakal cari spot aneh2. Tp kalo selfie bareng orang aneh boleh lah mba hahhaha
Hahaha iyaaaa. Btw ini blog barumu?
Syukurlah Mbak tidak ada luka-luka yang parah. Saya yakin pasti ada rasa kapok buat foto di tempat-tempat bahaya, hehe. Saya juga mengakui sih, memang foto di spot yang “menantang” itu sangat menggoda. Kalau berhasil, rasanya sangat terpuaskan. Menurut saya sih sah-sah saja seperti itu. Bukan berarti dengan kejadian-kejadian seperti ini lantas menyurutkan minat untuk mencari foto yang maksimal. Mungkin ke depannya kita sebagai pencari foto harus lebih “perhitungan” akan situasi, ya. Jadi meski masih ada rasa nekad, lebih banyak kepastian dari kalkulasi sebelumnya, lah.
Cuma sisanya tentu Tuhan yang menentukan, hehe…
Kalo aku surut sih, Gara. Bukan apa-apa, kalkulasi bisa meleset, lebih baik hati-hati.
Astaga, semoga lukanya cepat sembuh ya mbak. Kalau saya sih kebalik, bukan sayanya yang hampir jatuh, tapi kameranya! 😂
Hahaha tapi selamat kan kameranya?
Untungnya selamat~ 😂
Tmnku lbh parah…trpleset dr atas air terjun dan terbawa arus…brta baiknya selamat…pdhl saat itu cm ada kmi berdua….pljrn bgt
Waaah itu serem. Hiks hiks 😢 mari saling lebih hati-hati ya….
Kalo disuruh foto ekstrim gtu aku mending mundur deh, takut ketinggian soalnya😖
Mending ga usah foto gpp kok aku😂
Pokoknya safety first yaaaaa 🙏🏼🙏🏼
setuju kak, safety first… untungnya gak napa-napa ya kak..
saya paling gak berani iseng cari spot yang terlalu ekstrim, karena di tempat asing banyak hal yang tidak pernah bisa kita prediksi.. Tuhan selalu punya cara buat kita untuk mengingatNya ya kak…
Iyssss. Aku nggak terlatih jadi mendingan enggak deh.
waduh ikut deg-deg an bacanya mbak. reminder juga buat aku buat hati-hati
Hiks, aku shock nya agak lama tuh 😢 saling ati-ati yaaa
Aduh, syukurlah akhirnya baik-baik saja ya Eka. Aku juga pernah merasakan jantung mau copot, bukan karena foto2 tapi karena nyebrang jalan nggak hati-hati. Lupa kalo jalannya 2 arah, jadi cuma nengok ke satu arah saja, untung sempat mundur satu langkah. Sedetik aja telat udah nggak tau gimana lagi nasibku hiks.
Btw pemandangan pulau padar ini cantiiiik bangeeeet.
Waaaaa untung masih dilindungi Tuhan ya kak.
Iya, Padar itu kece badaaai
Aisssh mba, liat batunya aja aku ga kepengin selfie di situ :D. Jd inget batu yg ada di dieng, yg mengarah ke telaga kembar beda warna itu.. Orang2 banyaaaak bgt yg foto di sana sambil berdiri. Pas aku ikutan naik, mau berdiri aja takuuuut. Tinggi bgt soalnya. Aku ngebayangin batunya keguling :p. Akhirnya cm mau pose duduk.
Secara aku jg bukan org yg suka difoto kali yaa.. Jd rata2 semua fotoku “pose aman” semua 😀
Hahaha pokoknya mending aman deh daripada menyesal
Hallo mba, cerita ke Pulau Padarnya sangat sangat mengagumkan walaupun cuma menceritakan sedikit pengalamannya aja. Tapi bisa dibuat sangat panjang, dan saya ikut merasakan gimana bingungnya pas mba mau turun hahaha (maaf kenapa saya jadi ketawa) btw nice share!! Main juga mba ke blog sederhana saya yang blm bisa menyampaikan semenarik tulisan mba.. klik aja di nickname 🙂 salam saya _pratamadhit
Kapan-kapan aku mampir yaaaa. Ma kasih udah berkunjung ke sini.
Kak ekaa, syukurlah kakak enggak kenapa2 ya. Foto yang dihasilkan dari atas batu itu emang keren pake banget. Tapi peristiwa setelahnya, duh kak, aku enggak kebayang. Jadi pelajaran juga nih, pikir dahulu pendapatan, sesal kemudian tiada guna. (udah bawa kata pepatah pula awak ni)
Hahaha kamu Orang Melayu banget kaaaaak. Pake pantun atau pepatah. Iya mesti dikalkulasi dulu ya
Yaampun memarnyaa 😥😥😥
Aku jadi ngeri juga ngebayanginnya 😯😯
Sekarang udah ga memar?
Udah ilang. 2 mingguan lah memarnya
Pernah kejadian jatuh di curug. Sebenarnya lokasinya tidak berbahaya, cukup jauh dari air terjun dan medannya juga datar-datar saja. Tapi entah kenapa tiba-tiba kepeleset, dan akhirnya jatuh nyungsep ke depan. PADA SAAT GW MEMEGANG DUA BUAH DSLR DI TANGAN! #krai
Inilah momen dimana gw bisa merasakan elastisitas waktu. Dalam waktu sepersekian detik sebelum muka menghujam tanah, gw sempat berpikir yang manakah kamera DSLR yang harus diselamatkan lebih dahulu. Akhirnya gw memilih kamera di tangan kanan yang diselamatkan (karena kebetulan punya teman, pake lensa mahal, dan dia sedang minta difotoin saat itu). Tangan kanan pun gw angkat ke atas pada saat jatuh. Selamat.
Tapi kamera gw di tangan kiri… ah sudahlah.. 😦
Ya amplooooop.. hiks sedih. Semoga bisa segera dapat gantinya ya. Mirrorless sekalian!
Duh! Hati2 kak… untung gk parah lukanya. Note bgt itu safety first!
wah hati-hati mbak utamakan safety, tapi ngomong2 tadi pagi saya lihat mbak eka onair di tv nasional hehe lagi nyeritain pengalaman wisatanya keren deh
Waaah liat ya? Hehehe ma kasiiih. Iya, utamakan selamat yaaa!
waduh sampe lecet-lecet
Hik siya