First Thing First

Jakarta di pagi hari riuh dengan kesibukannya sendiri. Motor yang saling sikut. Metromini yang ngetem tak tahu diri hingga mobil pribadi yang menyerobot jalan busway. Sesungguhnya hingga kini aku tak setuju mobil pribadi dikatakan menyerobot, bukankah justru busway itu yang menyunat jalan karena ia tidak membuat jalur baru tapi mengambil lajur yang ada? Ah, sudahlah, lupakan saja soal bus berwarna kuning terang dan jingga menyala itu. Berdebat tak ada guna, tiada hasil jua.

Sebuah mobil biru mungil keluaran pabrik di Korea sana meringsek bersama tumpukan kendaraan lain. Tumpah ruah di sepotong jalan dengan kepentingannya sendiri-sendiri. Ada yang menuju kampus, kantor atau mungkin pabrik demi sesuap nasi. Raungan sirene ambulans memekakkan telinga, membuatku menumpahkan teh hangat dari gelas stainless stell ke tangan dan pangkuan paha.

“Ouuch, pelan-pelan hon,” desisku pelan.

“Kenapa?”

“Tehku tumpah,” jawabku pendek.

“Hati-hati sayang,” ujarnya seraya mengusap punggung tanganku dengan seulas senyum menghias wajah. Ah, senyumnya begitu lembut terkulum, panas teh ditangan tak terasa lagi disuguhi lengkung bibir peneduh hati begitu. Ya..ya.. aku memang gampang digombali!

“Suara apa tadi itu hon? Buru-buru sekali nampaknya.” Aku kembali bertanya setelah berhasil kukeringkan tangan dari basah teh yang tertumpah.

“Ah, biasa itu. Ambulans pagi-pagi. Nampaknya ada yang mati, aku lihat motor-motor yang mengawalnya bawa bendera kuning tadi.” Katanya dengan mata terus tertuju ke depan. Serius sekali. Ya begitulah, berkendara di Jakarta terutama pagi dan sore hari mesti ekstra hati-hati jika tak mau mobil lecet atau terbaret pengendara lain yang tak tahu tata krama. Aku mengangguk-angguk saja, masih dengan tangan kanan menyorongkan teh kedalam bibir untuk menyeruput teh.

Tapi aku tak tenang. Anganku melayang. Masih terbayang jelas ambulans dengan raungan sirene tadi. Entahlah, aku jadi berefleksi sendiri. Ketika mati nanti kain kafanlah yang kan dibebatkan ke seluruh tubuh namun sepanjang hidup betapa ributnya manusia demi sepotong baju atau sepasang sepatu (tunjuk-tunjuk diri sendiri). Ironis bagaimana pasangan dapat bertengkar hingga hilang kedamaian karena belum memiliki rumah, padahal rumah terakhir kita nanti adalah lubang ditanah selebar 2 x 4 meter saja. Lucu, bagaimana orang giat bekerja hingga melalaikan waktu bersama keluarga demi mendapatkan mobil baru. Bahkan jika sudah mendapat mobil keluaran Jepang, masih tidak puas dan ingin lebih; keluaran Eropa. Pernahkah terpikirkan… Mobil terakhir yang nanti dinaiki adalah mobil ambulans itu sendiri… Ambulans menuju pemakaman?

Aku tidak anti kemapanan, tapi jika kemapanan tersebut menggilas hal-hal utama di dalam kehidupan itu sendiri hingga melupakan esensi mengapa kita ada di bumi, itu yang berbahaya. Bukankah kehidupan yang sesungguhnya justru dimulai setelah kita selesai dari dunia ini? Kehidupan kekal bersama Ia yang menciptakan kita?

Kita semua akan mati.

Lalu kenapa tidak mulai dari sekarang menabung untuk hari nanti?

.

.

.

Pic is taken from pattidudek dot typepad

90 respons untuk ‘First Thing First

Add yours

  1. Karena itulah, aku masih pikir-pikir mengeblog dengan hosting dan domain berbayar. Kalau aku mati besok, siapa yang mau bayarin blogku? *loh, gak nyambung* 😆

    Berbicara tentang kematian, I do fear death. That’s why I want to be a vampire. Seriously.

  2. Lalu kenapa tidak mulai dari sekarang menabung untuk hari nanti?

    Mari tinggalkan perkotaan, kembali ke desa, hidup sederhana, bercengkerama dengan masyarakat sekitar, dan menghabiskan sisa umur dengan tenteram. 😀 (kok terdengar ekstrim ya 😆 )

  3. yup… emang semua yang dijadiin rebutan, dijadiin pertengkaran, dijadiin segala masalah disini itu cuma fana ya…

    ayo mari menabung… buat kehidupan masa depan nanti… 🙂

    1. Kadang manusia lupa hal itu Man…
      Sering2 berkontemplasi dan ingat Gusti Allah bikin nurani tajam dan mengingat kenapa sebenernya kita dibumi ini.. Pdhl yg fana itu gak dibawa mati ya boow..

      Yuks nabung..
      aku nabung di bank pemerintah 😀 hahhaa

  4. bener, mba.. kekayaan yang dimiliki sekarang, rasanya selalu kurang, kurang, dan kurang.. padahal, nanti semuanya tidak akan dibawa. 😦

  5. ada cerita, seorang senior saya yang sudah punya pabrik sendiri, sugih tenan, tiap beberapa waktu (biasanya sepulang dari perjalanan jauh) mampir dulu ke kuburan, hanya untuk mengingat mati. tulisan yang bagus mbak 🙂

  6. Tulisannya menyeramkan hihihihi 🙂
    Sama dengan Imel, di sini sering digalakkan via iklan di tv tentang biaya funeral service dan segala macamnya dan masyarakat diimbau untuk menabung 🙂

  7. betuuuuuul! makanya saya suka sewot kalau suami mengulur waktu untuk sholat gara-gara keasyikan di depan komputer. Atau malas diajak kumpul bareng keluarga. Setidaknya kita harus punya ketetapan waktu sendiri untuk bisa memanage apa yang seharusnya kita kerjakan. Pokoknya jangan sampai tergadai sama yang sifatnya cuma duniawi doang deh.

  8. Kayaknya cerita-ceritamu sekarang jadi “lain”, apalagi kalau dibandingin dengan cerita yang harus “berpassword”.
    Tapi itu tanda-tanda perubahan yang baik. Masih banyak cerita yang lebih seru ketimbang yang “berpassword” itu, ya enggak ……

  9. Memang sudah seharusnya kta mempoersiapkan mulai sekarang karena nanti disana tidak akan ada yang bisa kita mintao tolong. Semua lebih sibuk dengan urusan sendiri-sendiri. Makasih renungan nya 😉

    Salam hangat serta jabat erat selalu dari Tabanan

  10. salah satu kalimat favorit bunda saya tentang harta dan kebahagiaan, “bukan karena kaya yang membuat manusia bahagia.” ^^

  11. Yupz mengenai perdebatan masakah mobil kuning dengan merah tersebut kurasa tak ada gunanya kita perdebatkan juga toh yang bersangkutan juga pasti cuek beibeh ya kan Mba’E ? 🙂

    mengenai mati dan apa yang akan menjadi bekal nanti terkadang kita sendiri lupa dengan apa yang seperti Mba’E paparkan diatas. Hanya saja kebanyakan dari kita memiliki alasan yang berbeda-beda juga untuk memenuhi hasrat duniawi mereka kan ? dan jika boleh berpendapat, dikala mati manusia cuma punya 2 bekal amal & ibadah tapi entah untuk yang lain 🙂

    salam hangat

  12. Renungan yang bisa membuat kita berhenti sesaat..
    Di dunia ini tak ada yang pasti, yang ada kepastian, adalah bahwa kita nanti pasti mati
    Hanya kapan waktunya tergantung garis tangan masing-masing.

    Karena itulah kita tak boleh berlebihan melakukan sesuatu, mencintai sesuatu, karena semua nanti akan ditinggalkan..

  13. setuzu bangetsssss
    Ambisi kita yang berlebihan selalu mengalahkan niat baik kita kepada keluarga dan orang-orang yang kita cintai….Alangkah indahnya bila kita dapat meraih impian sembari hubungan dengan keluarga juga semakin erat..

  14. Ah..
    Aku agak diam dulu nih, belum tahu harus komen apa. Karena teringat dengan akan datangnya kematian justru mengingatkan aku bahwa tabungan amalku masih harus digenjot.

    Memang bisikan dari Tuhan itu bisa datang kapan saja melalui kejadian manapun. Mudah2an aku gak jadi orang yg terlalu mengutamakan materialistis dan melupakan tabungan akhirat. Amin.

  15. Wew. .
    Cerita yang membuatku jadi membayangkan tentang kematian, entah kapan dan dimana.
    Ada rasa takut membayangkannya, mengingat sangat sedikitnya bekal yang saya miliki. Tapi saya sangat berharap, mendapatkan kemudahan dari Nya pada saat itu juga dikesudahannya. Amiin.

    Salam.. .

  16. keren tulisannya. ini dia blog yang harus di follow. lanjutkan. tulisannya menyentuh jiwa.

    emang harus kita sadari orang hidup suka bingung tujuannya. ngak balance antara dunia dan akhirat.

    selamat

  17. Hmmmm…..
    Cerita yang mengingatkan pada kematian, yang belum pernah dan tak kan pernah kita ketahui, KAPAN & DIMANA ajal kan menjemput.
    Semoga kita semua termasuk orang yang berada di jalan-NYA

  18. Ah, dalam sekali tulisan ini kak.. makasih banyak udah ngingetin unutk selalu bersyukur dengan apa yang ktia miliki sekarang dan menabung untuk nanti… *jadi, tak ribut lagi soal baju dan sepatu kan?? * ihiiiiiiiiyyyyyyyy 😛

  19. Tulisan ini begitu mengingatkanku untuk segera menabung dari sekarang dan berbuat baik kapan saja, makasih Eda , Nice post 🙂

  20. Tulisan yang membuatku ikut merenung juga, Eka. Mengapa orang mengejar materi, hingga melupakan hal-hal yang menjadi kebutuhan rohani? Jika orang masih muda, masih berjuang untuk memperoleh kemapanan, bisalah itu dimengerti. Tapi jika orang sudah mapan, kekayaan sudah berlimpah, dan masih juga sibuk mengejar dunia hingga melupakan keluarga, untuk apa ya?

  21. wah, kita jarang memang untuk mengingat kematian,
    padahal itulah awal dari hidup abadi kita..
    salam kenal mbak eka, kunjungan pertama yang menyentuh 🙂

  22. jadi keinget dosa dosa saya yang udah numpuk
    emang kita harus selalu inget kalo suatu saat kita pasti mati
    dan kita harus siap menghadapinya
    tentunya dengan menabung amal kebajikan selama di dunia ini

  23. kadang aku lupa bahwa kematian itu suatu saat akan menjemput. entah kapan. kadang kematian tampak begitu jauh dan kita merencanakan berbagai hal ini dan itu untuk masa depan. padahal kita sama sekali tak tahu sampai di mana garis akhir hidup kita. mungkin yg penting adalah selalu menyadari bahwa apa yg kita lakukan saat ini selayaknya berdampak pada kekekalan… (karena “rumah” kita yang sejati bukan di dunia ini)

  24. Suka banget postingan kk yang ini. Really Touch 😥
    Bener banget kk. terkadang kita manusia harus sering2 refleksi diri supaya mengerti cara menikmati dan mengisi waktu selama hidup di dunia yang sementara ini..
    Thanks sista’..

  25. Renungan yang indah dan dalam.
    Menabung tetap perlu untuk keperluan di hari nanti (selama kita masih hidup toh masih banyak kebutuhan kan, Non?)
    Tapi juga jangan lupa “menabung” bagi kehidupan yang kekal.

  26. Benar Eka….

    Bekerjalah mati-mati an seolah akan hidup selamanya
    Berdoalah dengan khusuk, seolah akan mati sekejap lagi..

    Di dunia ini tak ada yang pasti..jadi bersyukurlah selagi bisa…
    Dan ikhlas menjalaninya.
    Obat untuk melewati jalanan Jakarta hanyalah sabaar… karena bisa stres karena kendaraan yang saling menyerobot….

Tinggalkan Balasan

Isikan data di bawah atau klik salah satu ikon untuk log in:

Logo WordPress.com

You are commenting using your WordPress.com account. Logout /  Ubah )

Foto Facebook

You are commenting using your Facebook account. Logout /  Ubah )

Connecting to %s

Blog di WordPress.com.

Atas ↑

%d blogger menyukai ini: