Bukit Panguk Kediwung: Tempat Hits Baru di Yogyakarta

Saya mengetahui soal Bukit Panguk itu dari beberapa posting Instagram teman saya. Melihat kabut-kabut putih yang syahdu, yang membangkitkan banyak kenangan itu, sontak saya bergumam, “cantik.” But that’s it. Bukit Panguk kurang membekas di hati, sampai saat mudik kemarin adik saya ngotot pengen ke Bukit Panguk.

“Ngapain ke Bukit Panguk? Lihat kabut? Banyak kok di seputaran Yogya. Nggak mesti ke sana” kata saya mengetes kekuatan hati adik.

“Bukit Panguk itu bagus, Kak. Serius deh bagus. Lagi hits di Yogya lho,” katanya berusaha meyakinkan. Matanya bersinar penuh harap supaya saya setuju padanya. “Lagian sunrise-nya keren lho. Kakak  pengen cari sunrise kan?”

Begitu mendengar kata sunrise saya pun mengiyakan permintaan adik saya ke Bukit Panguk. He got my card! Ia cukup pintar membujuk dengan menyebutkan hal yang memang menjadi kesenangan saya. Hahaha.

Bukit Panguk, Dlingo dengan sejuta kemisteriusannya.
Bukit Panguk, Dlingo dengan sejuta kemisteriusannya.

Esoknya kami berangkat dari hotel di Yogyakarta jam 3.30 pagi. Melalui apps yang saya install di ponsel,  perjalanan diperkirakan memakan waktu sekitar 60 menit sementara sunrise muncul pukul 5.15 pagi. “Wonderful,” gumam saya dalam hati. Saya akan sampai 45’ sebelum matahari muncul dari peraduannya. Kenapa pagi sekali berangkatnya? Kenapa nggak mepet-mepet sunrise aja? Well, satu yang saya pelajari dari para fotografer kenamaan saat Trips of Wonders 2016 kemarin adalah mereka selalu mempersiapkan diri dengan baik untuk mengejar sunrise atau sunset. Tiba lebih awal agar bisa mencari posisi yang tepat buat memotret dan mengamati situasi. Tips itu saya pegang erat-erat.

Hampir Kesasar Mencari Lokasi Bukit Panguk Kediwung Dlingo

Membelah ring road utara Yogyakarta yang cukup sepi, saya dan adik saya pun berkendara menuju ke arah Bantul. Lokasi Bukit Panguk itu sebenarnya nggak sulit kalau sudah tahu arah ke Hutan Pinus atau Kebun Buah Magunan. Dari arah Yogyakarta kita mengambil rute jalan menuju ke Imogiri lalu menuju Dlingo. Ada papan penunjuk jalan agak besar bertuliskan Kebun Buah Magunan, belok ke situ lalu lurus terus. Akan ada pertigaan, cabang ke kanan ke Kebun Buah sementara jika lurus akan sampai ke bukit. Sepertinya mudah ya? Tapi kombinasi mata ngantuk dan cuaca yang kurang bersahabat maka perjalanan ke Bukit Panguk Dlingo sesungguhnya sedikit bikin jantung mau copot.

Berhubung saya dan adik kurang mengenal jalan menuju Imogiri maka kami memutuskan menggunakan gmaps. Adik saya menyetir mobil sambil sesekali mengecek jalan di peta. Awalnya berjalan dengan baik namun kondisi jalan yang berkelok-kelok dan minim penerangan menurut saya kurang aman untuk adik  mengecek peta sambil menyetir. Akhirnya saya menawarkan diri untuk memegang hape dan mengecek peta.

Di sinilah malapetaka itu dimulai…

Anuh, saya itu memang kurang mahir membaca peta, jadi walau tinggal mengikuti jalur saja, saya sering bingung. Apalagi sinyal ponsel yang naik turun membuat koordinat di peta tidak ter-update dengan baik membuat saya tambah bingung. Tapi walau bingung, saya nggak mau keliatan dong. Malu ah sama adek saya. Pelan tapi pasti kami bergerak maju naik turun mengikuti jalan yang ada. Sebenarnya, saya agak heran kenapa juga suasana makin sepi dan makin gelap. Saking sepinya saya bisa mendengar lolongan anjing hutan di kejauhan. Bulukuduk saya berdiri, jantung saya berdetak sedikit lebih cepat dan saya jadi waspada. Setiap ada motor lewat saya berpesan pada adik untuk hati-hati. Takutnya begal. Hati saya tambah nggak tenang saat melihat kondisi jalan berkelak-kelok yang kami ikuti makin lama kok makin menyempit ya. Kondisi jalannya juga makin kasar, ajrut-ajrutan gitu, ditambah suasana pagi buta yang gelap, suasana jadi mencekam.

“Kak, ini jalannya benar nggak sih?” Tanya adik saya yang sepertinya juga mulai curiga.

“Kayaknya benar, kalau di gmaps sih keknya benar. Tapi jalannya kok spooky ya?” Jawab saya balik bertanya.

“Sini aku liat petanya kak,” ujar adik sambil meraih ponsel yang ada di tangan saya. “Lha ini kita salah belok kak, harusnya ke kanan kita malah ke kiri,” seru adik setelah beberapa saat mengamati ponsel.

Saya nyengir tertahan, sudah dari sananya saya suka bingung kalau liat peta >.< Mending disuruh lihat cowok cakep deh. Eh :p

“Yah, karena nyasar kita nggak bakal dapat sunrise deh,” gumam saya lirih.

“Tenang kak, masih sempat kok, masih ada waktu 30 menit lagi,” kata adik meyakinkan.

Saya manut saja. Setelah putar balik, adik saya menyetir agak lebih kencang, mungkin karena ia sudah melaului jalan ini pas nyasar tadi jadi ia tau medan dan sela jalannya.

Hujan rintik-rintik mulai turun saat kami parkir mobil. Saya memutuskan untuk pakai sandal jepit saja daripada sepatu jadi korban. Sambil berpayungan dan bergandengan tangan dengan adik, kami jalan kaki menuju ke ujung Bukit Panguk.

Sampai di sana kami terpana, bukan karena pemandangannya (yang nggak nampak karena hujan) tapi karena keaslian tempat ini. Sebagai obyek wisata, Bukit Panguk Kediwung Dlingo ini masih sangat sederhana. Tidak ada tiket retribusi, tata letak pun seadanya. Tapi untuk ukuran swadaya, sudah cukup lumayanlah.

Terdapat beberapa panggung yang bisa dijadikan tempat berfoto, saya dan adik mengamati beberapa panggung tersebut sebelum memutuskan satu tempat yang kami pikir cocok buat kami berfoto dan menikmati pemandangan pegunungan.

Baru beberapa jepret saja kami memainkan kamera, hujan mendadak turun sangat deras. Tanah liat yang lengket mengganduli sandal-sandal kami. Langkah kaki jadi berat dan gerak kami pun terbatas. Sedikit susah payah akhirnya kami bisa sampai di sebuah saung dan berteduh di situ. Saya masih berharap bisa melihat sunrise tapi demi awan gelap yang menggayut dan air yang tak henti-hentinya tumpah dari langit, saya tahu saya harus mengucapkan bilang bye bye sama sunrise. Tapi saya nggak menyesal.  Nggak semua orang dapat pengalaman mencekam di tengah hutan kan? 😀

Anyway, suatu saat saya akan ke sini lagi, tentunya dengan persiapan yang lebih baik dan semoga bisa ketemu sunrise cantik yang selalu memberikan harapan itu :*

Selamat Hari Rabu Sobat CE. Apa wisata favoritmu kalau di Yogyakarta?

Tips Mengunjungi Bukit Panguk Kediwung Dlingo:

  1. Gunakan sandal/sepatu gunung mengingat kondisi medan lumayan curam.
  2. Persiapkan perlengkapan kamera yang dimiliki, action cam akan mendukung pengambilan gambar dengan baik.
  3. Tidak ada retribusi masuk tempat wisata, tapi kita dikenakan biaya parkir sebesar IDR 10.000/mobil. Biaya cuci kaki IDR 2.000/orang. Karena hujan, maaf saya nggak tanya berapa biaya parkir motor, tapi saya pikir nggak akan lebih dari sepuluh ribu.
  4. Pastikan kondisi kendaraan prima baik ban atau mesinya karena jalanan menuju Bukit Panguk Kediwung ini lumayan ekstrim. Turunan, tanjakan dan belokan lumayan tajam. Jika menggunakan mobil sebaiknya mobil dengan high-clearance yang tinggi. Minimal Avanza lah, jeep akan lebih baik.

54 respons untuk ‘Bukit Panguk Kediwung: Tempat Hits Baru di Yogyakarta

Add yours

  1. wah. bukit kediwung mulai hits ya sejak bermuncalan di medsos. semakin jadi priimadona. adalagi lho mba, kalau mau. ada gunung sebelum nglanggeran, namanya Gunung Tunggak. itu jg keren banget, ada d postinganku. hehe (tetep promosi).

    pas ke Jogja mba eka g bilang2 e

      1. Untung si adek lihat lagi peta-nya ya… kalau gak bablas terus gak tau kemana… Yang spot Eka berdiri di sana, kl kesiangan mungkin lebih rame ya? Bakal berebutan dong naik ke atas… Jadi mungkin ada berkahnya jg ujan jd gak ada saingan 🙂 *sok tau*

  2. Saya baca postingan Mas Rullah dan katanya di sana ada retribusinya. Mungkin karena Mbak datangnya pagi banget ya, makanya petugas retribusinya belum ada. Sama dengan pengalaman saya ke Coban Talun, karena datangnya pagi jadi cuma bayar parkir (padahal tiket masuk sana Rp10ribu haha). Bagus tempatnya, saya suka kabut yang merayap rendah terus membawa basah. Memang mesti hati-hati tapi nuansanya bakalan asyik banget, misterius-misterius begitu. Haduh sudah lama tidak main ke Yogya, di sana masih banyak candi yang belum dijelajahi, yang lain juga minta didatangi ulang, haha.

      1. Iya, saya baca demikian, hehe… memangnya ini ke sananya kapan, Mbak?
        Belum tahu kapan, haha. Tahun ini traveling agak susah sebab akan banyak kesibukan, huhu (curhat).

        1. Oh Puji Tuhan banyak kesibukan. Dipercaya banyak hal sama Sang Empunya Hidup. Ini pas tahun baru ke Jogja, tapi aku mah kalo ke Jogja bisa kapan aja aku mau. Cinta banget sama kota iniii. Hehehe

  3. aku juga udah ke sini, sayang banget hujan. untungnya pas aku ke sana lagi nnggak hujan. suara gemericik air sungainya itu yang bikin melongo ke bawah karena ingin tahu.

Tinggalkan Balasan ke Matius Teguh Nugroho Batalkan balasan

Blog di WordPress.com.

Atas ↑