Bromo Trip: Terjebak Badai Pasir

Challenges are what make life interesting; overcoming them is what makes life meaningful -Martin Luther King. Jr.-

 Selepas terharu biru oleh pemandangan matahari terbit di Mentingan, rombongan kami pun segera turun. Tujuan setelah ini adalah Kawah Bromo! Yang saya maksud dengan rombongan adalah keluarga besar kami yang terdiri dari orang tua, adik, tante, sepupu dan tentu saja suami saya! ^_^

Oh yeah, big family going on a trip together! Seru, fun dan penuh kebersamaan.
Oh yeah, big family going on a trip together! Seru, fun dan penuh kebersamaan.
Tanpamu aku hanyalah butiran debu. *ceritanya terpengaruh lagu* Hihi.
Tanpamu aku hanyalah butiran debu. *ceritanya terpengaruh lagu* Hihi.

Pada saat naik ke Mentingan kemarin, kami mendaki pada pukul 3 pagi. Gelap banget, Cyin! Bahkan saya pun memerlukan senter untuk bisa naik. Nah, pas turun kan matahari sudah muncul… Ternyata medannya seperti ini :mrgreen:

Untung kemarin naiknya pas gelap, kalau enggak udah males deh nanjak duluan. Haha.

Menuju ke areal Gunung Bromo, kami melewati beberapa pemeriksaan (baca: bayar tiket). Kurang tahu harga tiketnya berapa, habisnya bapak saya yang adalah ATM berjalan selama liburan ini selalu siap sedia. Iya, enak liburan sama ortu, semua dibayarin, dan kita tau beres! Eh 😛 Hihi.

Jeep hardtop sewaan kami. Platnya N! Malang Booow
Jeep hardtop sewaan kami. Platnya N! Malang Booow

Dari areal parkir Mentingan menuju areal parkir Gunung Bromo ditempuh dalam waktu 15 menit. Begitu meloncat dari dalam jeep saya terheran-heran. Ratusan jeep hardtop berjajar rapi. Ternyata banyak banget orang yang mau ke gunung Bromo ya. Barti bagus banget.. Kayak apa sih?

Mata saya menyapu areal parkir ini. Sepanjang mata memandang yang terlihat hanya pasir dan pasir. Terkesan gloomy! Terkesan seram. Tapi entah mengapa juga ada rasa penasaran yang menyapa. Mengatakan bahwa saya harus mencapai puncak dan melihat kawah Bromo yang tersohor itu.

Saya menepuk pundak supir jeep hardtop sewaan kami, “Pak, Gunung Bromonya mana? Kok pasir semua?” Saya bertanya sambil memicingkan mata. Pak supir tersenyum jenaka dan menunjuk ke suatu arah. Saya tercengang!

Bromo 5Hati saya mencelos! Alamaaak! Harus mendaki sejauh dan setinggi itu? Okay! Siapa takut? Beriringan kami berjalan bersama-sama. Kaki ini berat melangkah, terbenam di antara pasir hitam yang berserakan. Tapi kami pantang menyerah! Gunung Bromo, kami datang!

Namun, saat itu cuaca Bromo kurang bersahabat. Mendadak terdengar angin bergemuruh. Saya bingung. Suara apa itu? Seluruh alarm di tubuh saya mendadak waspada. Insting saya bekerja. “Ada bahaya,” begitu bisik hati ini. Namun saya tak mengerti bahaya apa. Yang saya tahu setelah itu, seluruh wajah terasa sakit ditabrak ribuan pasir yang menderu. Tubuh saya oleng ditampar angin yang berhembus kencang. Adrian langsung berlari untuk memeluk saya. Kemudian menjatuhkan badan saya ke tanah. Setelah beberapa menit, badai pasir tadi berlalu dan saya diam tergugu. Ajegile! Barusan gue terperangkap badai pasir! AAAAAAAAAAAAAAAAAA……

Badai pasir yang membuat mata perih

Saya mendongak ke atas. Perjalanan masih jauh rupanya! Sementara napas ini sudah diujung leher. Hahaha. Tapi saya tidak mau menyerah! Mau sambil menyeret kaki ini, saya tidak peduli. SAYA HARUS SAMPAI KE PUNCAK BROMO!

Melihat saya yang kepayahan, Adrian pun berinisiatif menyewa kuda untuk saya tunggangi. Rasanya malu sih, tapi daripada udah jauh-jauh ke sini dan nggak menapakkan kaki di Puncak Bromo? Ya udah deh.

Dengan membayar seratus ribu rupiah akhirnya saya pun menunggang kuda menuju ke Puncak Bromo.
Dengan membayar seratus ribu rupiah akhirnya saya pun menunggang kuda menuju ke Puncak Bromo.

Walau begitu, dengan menunggang kuda maka masalah belum selesai lho. Kuda hanya sampai di titik tertentu. Sisanya, menuju puncak dan kawah ya tetap harus jalan! Harus mendaki anak tangga yang curam itu plus beberapa kali terjebak dalam badai pasir yang tiba-tiba datang. Napas ngos-ngosan, mata perih terkena pasir, tangan membeku karena dingin. Whoaaa komplit sudah pendakian kali ini. Tapi saya tidak menyerah, saya lihat sepupu saya yang berumur 4 tahun itu juga tidak menyerah!

Di tengah pendakian tangga, ada beberapa bule yang beristirahat. Bule perempuan  berkata, “I wanna give up.”

Bule pria bertanya pada saya, “how old is that kid?” Sambil menunjuk ke arah sepupu saya yang dengan tenang berjalan sendiri.

Four years old,” jawab saya pendek.

Kedua bule tadi berpandangan dan tanpa bicara apa-apa lagi mereka berdua mendaki lagi. Huahahaha nampaknya mereka malu pada sepupu kecil saya yang baru TK itu. Ya, saya pun juga akan malu jika menyerah ditengah jalan. Jadi kami pun melanjutkan pendakian lagi. Menapaki undakan demi undakan. Untungnya menjelang Puncak Bromo, undakan sudah ditata rapi! Kalau tidak.. Entah deh, saya nggak mampu membayangkan beratnya pendakian kami.

Dan begitu kami mencapai Puncak Bromo, melihat kawah yang menganga hitam yang jika sedang kumat galaknya bisa menyemburkan lava yang panas dan ganas… Kami semua terdiam. Beku. Kagum akan kedahsyatan pencipta. Magis! Suasana di puncak Bromo itu luar biasa magis!

Kawah Gunung Bromo
Kawah Gunung Bromo

Saya bangga banget sama kedua orang tua saya yang walau dengkulnya sudah perih karena asam urat namun tidak menyerah. Bangga sama sepupu kecil saya yang mendaki gunung tanpa digendong. Saya bangga sama seluruh rombongan keluarga kami yang tanpa mengeluh naik ke puncak walau dihadang badai pasir.

Slideshow ini membutuhkan JavaScript.

Di atas, di puncak Bromo itu.. Kami tertawa bersama. Berderai dengan senyum dan rasa lega serta bahagia luar biasa. Pendakian ini bukan soal menundukkan gunung Bromo.. Juga bukan soal telah menginjakkan kaki di Puncak. Tapi pendakian ini soal menantang diri sendiri. Soal keberanian memilih menyelesaikan tantangan. Ini soal maju terus! Tidak ciut menghadapi badai tantangan dan medan yang berat.

Bromo, you are wonderful!

60 respons untuk ‘Bromo Trip: Terjebak Badai Pasir

Add yours

  1. Serem juga ya lihat foto badai pasirnya…tapi malah jadi seru dan kak Eka beruntung banget bisa lihat kawah sejelas itu, biasanya banyak asap tebel di pagi hari. 🙂

  2. widih kuat banget ponakannya mbak. 4 tahun tapi gak ngeluh atau menyerah. pantes aja bulenya keder haha. kayaknya berat ya perjalanannya. tapi hasilnya memuaskan!

  3. wah… wah…
    ‘I wanna give up’ terus melanjutkan karena lihat sepupu…
    keren.. ini sekeluarga petualang semua ya???
    pengen ke sana…

  4. aduh serem banget sih badai pasir. gua paling parno soalnya ama pasir apalagi kalo sampe masuk mata, pasti bengkak mata gua… hahaha.

  5. Ahhh romantis sekali scene pas badai salju :p
    Sama nih Ka, aku juga seneng banget kalo bisa liburan rame2 bareng keluarga. Suka dech baca cerita2 kamu 🙂

  6. Waah itu kuda udah 100ribu aja. Terakhir kesana masih bayar 50rb,itupun teriak minta turun, ngeri bow.

    Btw, jaman nyokap gue ke Bromo, digendong pakai pikulan bow. Ada tukang pikulnya. Cocok buat sepupu lu tuh!

  7. Akkk, seru, Mbak! Dulu aku juga mikir pengen ke Bromo tapi kayaknya nggak sanggup sama medannya. Tapi lihat ponakanmu kuat mental dan fisik ke sana padahal baru 4 tahun, bikin jadi pengen lagi masukkin Bromo dalam list destinasi jalan2ku 😀

    1. Numpang jawab 😀
      Bromo aman koq untuk anak-anak, selama tour pakai jeep terus dan ada fasilitas sewa kuda dari parkiran jeep sampai Anak Tangga (sekitar 1,5 km an), tapi menaiki sekitar 250 anak tangga ya harus difikir ulang kalau untuk balita

  8. Awesome! Foto yg badai pasirnya keren kak.. Ada kuda pula di tengah-tengahnya.. Coba di crop kak, fokus ke kuda dan badai pasirnya saja, nampaknya akan lebih dramatis 😀 ( sori ya kalau tak berkenan, soale kalau lihat foto keren pasti bawaannya pengen ngomentarin aja nih kak :D)

Tinggalkan Balasan

Isikan data di bawah atau klik salah satu ikon untuk log in:

Logo WordPress.com

You are commenting using your WordPress.com account. Logout /  Ubah )

Foto Facebook

You are commenting using your Facebook account. Logout /  Ubah )

Connecting to %s

Blog di WordPress.com.

Atas ↑

%d blogger menyukai ini: