Menyabung Nyawa di Tokyo: Are You in or Out?

To travel is to take a journey into yourself. -Danny Kaye-

“Lagi ngapain?” Tanya saya kepada suami yang nampak sibuk di depan layar komputer.

“Bikin travel plan,” jawabnya pendek tanpa menoleh sedikit pun kepada saya.

“Hah? Tumben! Emang kita mau ke mana? Kapan berangkatnya? Dalam rangka apa nih?” Berondong saya dengan berbagai macam pertanyaan. Saya heran, nggak biasanya Adrian, si suami saya itu mau meluangkan waktu membuat travel plan. Biasanya sih saya yang sibuk cari tiket pesawat, hotel, tanggal yang bagus buat jalan sampe nentuin destinasi liburannya. Komplit semua persiapan ini itu saya yang sibuk tangani, nanti gantian Adrian yang sibuk bayar-bayar :mrgreen: hahaha. Husband and wife should have workshop together. Hubby work and wifey shop 😀 Kerjasama yang bagus kan? ^_^ Kaum hawa yang setuju boleh angkat tangannya lho :p eh.

“Kamu itu lhooo… Sekali ngomong kayak petasan meledak, berentet nggak karuan.” Kembali Adrian menjawab tanpa menoleh juga. Iiiih bikin sebel, bikin kesel. Kalau ngomong tuh harusnya ada kontak mata, kan? Huh.

“Sakura sepertinya cantik di bulan April,” ujar Adrian sambil mengulum senyum. Saya terlonjak kaget. “Aaaaaa… Serius nih? Jepang? Wooow.. Wooow…” (Kalau ada emot loncat-loncat jumpalitan pasti udah saya taruh di sini deh. Hehe.)

Sakura dan Gunung Fuji. Perpaduan indah yang meneduhkan hati.
Sakura dan Gunung Fuji. Perpaduan indah yang meneduhkan hati.
Gambar diambil dari sini.

“Jadi kita mau ngapain aja di Jepang? Ke kota mana aja?” Imbuh saya tanpa bisa menyembunyikan nada bahagia di suara saya.

“Well… Ini travel plan yang aku buat. Gimana menurutmu?” Kata Adrian sambil menyorongkan beberapa lembar kertas. Saya mengamati baris demi baris yang ada.

Day 1: Sampai di Tokyo

Day 2 : Naik Roller coaster di Fuji-Q Highland

Day 3-4 :Mendaki Gunung Fuji

Day 5: Makan Ikan Fugu

Day 6 : Pulang menuju Jakarta

Hmmm. Ini apa-apaan sih travel plan-nya? Masa menyabung nyawa semua? Shopping-nya manaaa? Eh 😛

Roller coaster yang pernah memegang rekor sebagai roller coaster tercepat di dunia di tahun 1996
Roller coaster yang pernah memegang rekor sebagai roller coaster tercepat di dunia di tahun 1996
Gambar diambil dari sini

Ya ampuuun naik roller coaster sepanjang 2.045 m, maksimal tinggi 79 m, kecepatan maksimum 130 km/jam, apa nggak jantungan? Walau pun di kejauhan ada pemandangan Gunung Fuji yang cantik tapi tetep aja kalau dibawa ngebut naik roller coaster begini sih, jantung saya bisa demo nanti.

Belum lagi mendaki Gunung Fuji. Maaak betisku, aduh betiskuuuu.

Lalu ikan Fugu? Busyeeet. Ini ikan buntal yang beracun. Yang masak harus koki yang handal kalau enggak tewas. Meninggal. Mati. Koit. Alias tak bernyawa.

Ikan Fugu, vertebrata paling beracun kedua di dunia.
Ikan Fugu, vertebrata paling beracun kedua di dunia.
Gambar diambil dari sini

Saya langsung protes keras! Enggak mau yang begini. Tapi sepertinya Adrian tegas pada pilihannya. Kata Adrian jalan-jalan mah semua orang juga bisaaa. Tapi menyabung nyawa di Tokyo?

Haduuh saya deg-degan sendiri. Saat saya bilang ogah mati, Adrian santai bilang bahwa kalaupun meninggal, paling tidak meninggal di saat melakukan hal-hal yang disukai. Bujuuuug. Ini bulu kuduk langsung berdiri merinding >.<

Saya mengerti sih. Buat Adrian, traveling itu bukan soal nyampe suatu tempat trus potrat potret kayak turis gitu. Bukan itu. Baginya dalam traveling itu ada nilai-nilai yang bisa dipelajari. Mulai dari memilih maskapai penerbangan yang akan digunakan, penginapan, destinasi, apa yang akan dilakukan di tempat tujuan, wisata kulinernya, itu semua mengajarkan untuk mengambil keputusan dengan cepat dan menggunakan perhitungan yang matang. Nggak mau wisatanya mubazir kan? Udah jauh-jauh tapi nggak puas. Perhitungan cermat dan pengambilan keputusan ini juga penting soal budgeting. Nggak mau bokek dan luntang-luntung di negeri orang kan?

Saya masih menenangkan jantung yang berloncatan membaca travel plan yang dibuat Adrian saat ia menanyakan kesiapan saya.

“Jadi gimana? Travel plan-nya keren kan? Ikut?”

“Wah.. Nggak tau deh,” jawab saya ragu.

Hey, never say maybe. Kamu nggak pernah tau pengalaman apa yang didapat dari setiap perjalanan. Lagian pergi ke tempat-tempat baru dan melakukan hal-hal baru kan membuka wawasan dan sudut pandang,” ujar Adrian mencoba meyakinkan saya.

“Wah, membuka wawasan gimana? Yang ada membuka peti mati, tau!” Tukas saya mencoba bercanda.

“Lho, dengan naik roller coaster maka kita menikmati hidup tanpa melupakan sisi kanak-kanak di dalam diri kita. Lalu dengan mendaki gunung Fuji kita belajar soal kerjasama tim serta menghargai alam. Kemudian dengan makan ikan Fugu, kita belajar soal kehati-hatian dan percaya kepada para koki. Kepercayaan itu modal dasar dalam berbisnis lho. Sudah jangan mikir lama-lama, tiketnya mau dibeli nih. Cepat putuskan, are you IN or OUT?

Diikutsertakan dalam IN or OUT Writing Competition.

10 respons untuk ‘Menyabung Nyawa di Tokyo: Are You in or Out?

Add yours

  1. Biasanya sih saya yang sibuk cari tiket pesawat, hotel, tanggal yang bagus buat jalan sampe nentuin destinasi liburannya. Komplit semua persiapan ini itu saya yang sibuk tangani, nanti gantian Adrian yang sibuk bayar-bayar :mrgreen: hahaha. Husband and wife should have workshop together. Hubby work and wifey shop 😀

    hahaha… yg ini kami banget ini. Istri bagian travel plan, aku bagian bayar2nya. XD

  2. saya naik roller coaster di dufan aja belom pernah karna ga berani, ga kebayang ini roller coaster di gunung fuji.. kayanya mending jalan kaki sampe encok daripada naik ginian hihi

Tinggalkan komentar

Buat situs web atau blog gratis di WordPress.com.

Atas ↑