Jalan Menuju Ke Surga

Mamak sedang membuka-buka album foto yang berisi potongan-potongan kenangan pada saat berziarah ke Israel awal tahun lalu ketika saya datang mengunjunginya. Begitu melihat saya, sontak mamak pun jadi bersemangat dan mulai menceritakan (lagi) perjalanan ziarahnya itu dengan berapi-api. Saya tersenyum mendengarkan seluruh ceritanya, cerita lawas yang terus diulang kapan saja mamak mau. Tapi saya tidak pernah bosan mendengar ceritanya, bukan karena mamak begitu pandai bercerita sehingga saya terhibur, bukan itu. Tapi karena momen-momen mamak bercerita seperti itu adalah momen berkualitas (quality time) yang kita tidak pernah tau sampai kapankah bisa menikmati privilege itu. Usia kan tidak ada yang bisa menebak, jadi selagi bisa maka saya berusaha meladeni mamak saya walaupun (lagi-lagi) harus mendengarnya bercerita suatu hal yang telah ribuan kali kita dengar 😉
.
Setelah ratusan lembar foto dibuka dan dijabarkan ceritanya, tiba-tiba mamak pamer kalung barunya yang ia beli di Tel Aviv. “Ka, cantik kan kalung salib yang mama beli?” Sambil melirik ke kalung emas putih itu saya mengangguk tanda menyetujui pernyataannya. Namun tanpa sadar bibir ini bergumam, “Apakah kalung salib itu adalah jalan buat kita menuju ke surga?”. Ooops, sebelum mamak bingung dan membuat saya harus membelikannya berbagai macam makanan sogokan, cepat saya berkata, “Never mind mom, my mind is just wandering around.” :mrgreen:
Tapi memang pikiran saya melayang-layang. Betapa sering kita mengenakan simbol-simbol khusus seperti kalung dengan liontin salib atau menempelkan stiker bernada religius di mobil, dsb. namun kehidupan kita sendiri tidak mencerminkan Kristus. Buat saya mengenakan simbol-simbol kerohanian tersebut menuntut tanggung jawab dan teladan hidup yang besar. Jangan sampai orang lain yang melihat kita lantas memberikan stigma jelek secara general karena satu kesalahan minor yang kita perbuat. Jangan sampai kita menjadi batu sandungan bagi orang lain!
.
Gampangnya gini deh, saya beri contoh ya. Pasang stiker di bemper mobil bilang, Jesus is The One. Tapi cara mengemudinya ugal-ugalan hingga membuat orang berkomentar, wuiiih orang Kristen koq gitu sih, hampir bikin celaka orang lain. Nah, itu kan tidak memberi teladan. Atau mengenakan kalung salib tapi memaki-maki orang lain dengan kasar tanpa belas kasih. Itu apa gak malu sama kalung salibnya? *oh iya, yang ini curcol banget :mrgreen:* Haha.
Saya tidak anti simbol-simbol religius lho ya, tapi jujur, saya agak jiper dengan tanggung jawab yang melekat seiring pemakaian simbol-simbol religius itu. Dan selama saya merasa belum mampu maka saya memilih untuk tidak mengenakannya. Buat saya Kekristenan itu bukan sekedar simbol salib, Kekristenan itu bukan sekedar berkata “Puji Tuhan”, “Syalom”, dsb di setiap kesempatan. Kekristenan itu adalah suatu gaya hidup mempraktekkan teladan yang telah Tuhan Yesus lakukan dulu. Kekristenan itu harus terpancar dalam tingkah laku, tutur kata, dan kebiasaan sehari-hari sehingga tanpa simbol-simbol religius pun orang lain dapat merasakan damai pada saat bersama dengan kita. Dan saya masih dalam proses, masih terus belajar untukmenjadi seorang Kristiani yang benar.
Hmm tumben ya saya bisa nulis serius seperti ini 😉 hehe. Tenaang saya gak kesambet koq, saya sekedar membagikan apa yang ada di hati ini. Buat sobat CE yang Kristiani, selamat memaknai Jumat Agung dan merayakan kebangkitanNya (Paskah) pada hari Minggu nanti ya.
Dan buat sobat CE yang lain, Happy long weekeeeend! ^_^ Pada mau ke mana nih?
.
.
.
Pics are taken form here and here
Iklan

23 respons untuk ‘Jalan Menuju Ke Surga

Add yours

  1. Kekristenan itu adalah suatu gaya hidup mempraktekkan teladan yang telah Tuhan Yesus lakukan dulu. Kekristenan itu harus terpancar dalam tingkah laku, tutur kata, dan kebiasaan sehari-hari sehingga tanpa simbol-simbol religius pun orang lain dapat merasakan damai pada saat bersama dengan kita.
    Nice! 🙂

  2. Wooiiii congrats ya pertamaaax hihi
    Untung ada komen benerannya, kalo enggak pasti udah aku banned :mrgreen:
    hihi.
    Boleh koq pake simbol-simbol religius asalkan bertanggung jawab dan dapat menjadi teladan hehe

  3. Gua ngubek2 blog gua nyari postingan yang berhubungan ma salib kok kaga ketemu yaa.. untung aja sempet mosting di tempat lain, jadi masih ada dokumentasi, hahahaha..

    Kekristenan itu harus terpancar dalam tingkah laku, tutur kata, dan kebiasaan sehari-hari sehingga tanpa simbol-simbol religius pun orang lain dapat merasakan damai pada saat bersama dengan kita.

    Sayangnyaa.. terkadang “salib” itu sendiri sekarang ini lebih sekedar menjadi atribut aja, bukan lagi menjadi “beban” bagi yang memakainya untuk berperilaku dengan benar.. ya ibarat menyebut nama “Tuhan” sambil merenggut nyawa seseorang, ada yang salah khan dari hal itu? Tapi buat yang bersangkutan mungkin ngga lagi berasa salah, karena menurutnya semua itu dilakukannya untuk Tuhan.

    Hmm.. pemakaian simbol keagamaan ngga serta merta menjadikan orang mempunyai pemahaman yang benar mengenai agama yang dianutnya 🙂

    1. Akur sama lu, Ndah 🙂 pemakaian simbol2 religius memang belum tentu diikuti dengan pemahaman yg benar tentang keyakinan yang dianutnya.

      Btw secara gue bukan member kompasiana, jd gak bisa komentar di sana. Daku balas di sini aja yah. Like ur writing, memang salib dapat menjadi pagar untuk mengingatkan kita agar selalu berperilaku sesuai salib Kristus.

      Hugz

  4. setuju, mbaak… saya pikir gak cuma dalam kristen aja ya? kadang saya juga miris kalo liat perempuan berjilbab, tapi kelaukaannya tidak mencerminkan ajaran islam itu sendiri. 😦

    btw, selamat paskah untuk mbak eka & keluarga… 🙂

  5. Setuju dengan pendapatmu bahwa percuma pake kalung salib kalo kelakuannya ga baik.. tapi takutnya juga banyak orang berpikir, “Aku males pake kalung salib supaya kalau berkelakuan ngga baik ya tetep asik-asik aja” 🙂

  6. Lama enggak mampir ke sini.
    Memakai simbol bisa dimaknai dari berbagai segi. Salah satunya simbol bisa dijadikan sebagai alat kontrol. Ketika kita memakai simbol salib, ya kita sadar bahwa kita harus menjaga Salib dengan pengertian secara utuh. Menggunakan simbol itu sekaligus menjadi kesaksian hidup kita. Jadi mestinya kita harus selalu memakai simbol kan.
    Tapi kalau tidak mau pake ya sah-sah saja. Terlalu teoritis kayaknya ya…..
    Salam.

    1. Memang segala sesuatu dapat dilihat dari dua sisi ya amang, menggunakan simbol religius dapat menjadi kesaksian hidup namun tentu menuntut tanggung jawab yang besar. Apabila mampu mengemban tanggung jawab tersebut, sah-sah aja mengenakannya pak 🙂 saya sih merasa belum mampu, makanya gak berani hehe.

      Ohiya, enggak jadi pengunjung baru koq, Amang.
      Kebetulan semua komentar memang saya moderasi agar tidak lupa untuk membacanya.

  7. TES, mudah2an komentar kali ini masuk :D. Simbol2 keagamaan itu tidak pernah aku kenakan, Ka. Keimanan soal hati dan sikap. jadi aku gak gitu fanatik dengan simbol2.

  8. Ini tulisan sudah agak lama ya?, maaf baru bisa baca, mantap, menjalani kehidupan religius tidak hanya dengan memakai simbol, simbol perlu permaknaan yang mendalam, seperti yg dicontohkan tadi, heehe pakai stiker salib tapi ugal2lan, :), Dalam agama lain pun masih menunjukkan hal seperti itu, menggunakan simbol atau lafaz2 tertentu tapi sikap dan perilaku tidak sejalan. Jadi jalan menuju surga berangkat dari dalam diri sendiri bukan berdasar pada simbol2. 🙂

    Salom. 🙂
    wassalam.

Tinggalkan Balasan

Isikan data di bawah atau klik salah satu ikon untuk log in:

Logo WordPress.com

You are commenting using your WordPress.com account. Logout /  Ubah )

Foto Facebook

You are commenting using your Facebook account. Logout /  Ubah )

Connecting to %s

Buat situs web atau blog gratis di WordPress.com.

Atas ↑

%d blogger menyukai ini: