Desir angin menggelitik telinga sekaligus menghembuskan hawa dingin yang membuat bulu kuduk sedikit berdiri. Aku meringkuk di sudut ranjang merapatkan selimut. Andai kamu ada di sini. Tentu, pelukmu yang akan menghangatkan ragaku bersama dengan hangat nafasmu ditelingaku. Langit nampaknya sedang muram, mendung dan gelap sekali di luaran sana. Tiba-tiba kilat putih mewarnai angkasa, menggelegar diiringi deras hujan mengguyur bumi. Aku terlonjak, kaget. Lebih kaget lagi ketika 10 menit kemudian air merambat masuk ke rumah. Ada begitu banyak air, begitu banyak! Mengalir cepat dan menginvasi setiap kotak ubin berwarna putih itu. Banjir! Kamu dimana? Aku takut.

Dua bola mataku panas, bingung, panik. Untunglah ditengah kepanikan, tangan, kaki dan otak masih bisa berkoordinasi dengan cepat. Mematikan aliran listrik, memindahkan semua barang yang posisinya rendah ke tempat yang lebih tinggi, tak lupa juga berdoa supaya hujan cepat reda. Dan aku pun duduk di dapur sambil mengabarimu lewat telepon genggam. Rumah kita kebanjiran. Aku minim pengalaman dan berada di rumah sendirian pada saat air memasuki rumah itu menyesakkan. Sedih! Daerah rumah kita jarang sekali tergenang banjir, kalaupun iya biasanya karena satu dua hal yang sulit disebutkan disini. Lalu ketika kian lama air kian naik, air mata yang aku tahan dari tadi pun akhirnya tumpah. Pertahananku jebol. How can we be in this situation? Sering aku lihat di tivi tentang derita orang-orang yang kebanjiran, tapi ketika mengalaminya sendiri, ah hatiku mencelos. Sedu sedan tangisku berbaur suara petir yang bersahut-sahutan. Aku biarkan diriku menangis lama, lama sekali. Karena menangis itu bukan tanda lemah, terkadang segala gejolak rasa negatif terhapus bersama surutnya air mata di pipi.
Tak berapa lama kamu pulang, sengaja ijin dari kantor. Menembus macet dan hujan Jakarta demi mendengar aduanku bahwa air telah menggenangi rumah. Pakaianmu basah, tubuhmu bergetar karena dingin. Tapi tidak ada keluhan dari bibirmu, tidak ada sorot mata sedih atau kecewa karena menjadi korban jeleknya drainase Jakarta. Tidak, tidak ada itu. Yang aku lihat justru senyum jenaka juga wajah gembira. Amazing. Energi positifmu luar biasa dan itu menulariku. Selang beberapa saat hujan reda, air perlahan surut, walau kotornya rumah tentu membutuhkan kerja ekstra keras untuk membersihkannya. Masih dengan wajah jenaka engkau mengambil pel, lap kering, ember dan segala macam peralatan untuk mengeringkan rumah. Kamu menyuruhku istirahat, tapi hey bagaimana mungkin aku beristirahat jika kamu saja terus menggiring air keluar dari dalam rumah? Semangkuk sup hangat dan juga teh melati panas pun sigap aku sediakan di dapur.

Lalu kita tertawa terbahak-bahak. Menertawakan apa yang terjadi pada kita. Ah, kenapa harus berlama-lama sedih dan kecewa akan keadaan? Dan malam itu aku bisa tertidur nyenyak, walau hanya di sofa karena ranjang kita basah, tapi dengan tidur di sofa aku bisa mendengar suara detak jantungmu lebih dekat. Walau badan pegal linu membersihkan rumah, tapi setidaknya rumah kita jadi lebih bersih. Bahkan kamu menemukan peralatan makan yang aku kira hilang. Terselip di balik lemari kecil di dapur. Jika bukan karena banjir ini, maka itu semua tidak akan terjadi. Juga tak akan aku lupa tawa dan canda yang kita bagi seraya bermain air membersihkan rumah. Kapan lagi bermain air tanpa diiringi tatapan aneh orang lain? Orang yang mungkin menyangka masa kecil kita kurang bahagia karena seusia ini masih saja bermain air. Mungkin, itu mungkin saja sih. Tapi pada dasarnya, berusaha melihat segala sesuatu dari kacamata positif itu meringankan hati. Tidak mudah, tapi bukan berarti tidak bisa dilatih.

When life gives you lemons, let’s make lemonade ^_^
Happiness is just a state of mind, true?
Jadi banjir bisa dilihat dari sudut yang berbeda ya……. semoga banjirnya tidak terulang… atau sudah jadi pengalaman cara mengelola banjir di rumah…
I love it! When life gives you lemons, let’s make some lemonade 🙂
do you know why I’m so in love for being around you? your positive thoughts!! :*
Sesekali banjir memang bisa menyenangkan, tapi kalo keseringan bikin mumet juga Ka.
Ortu ku sekarang lagi pada ngungsi kemari, tempat tinggalnya kebanjiran dari kemarin dan tampaknya malam ini air akan datang lagi.
Btw, saya suka dengan tulisan mu, bahwa sikap berfikir positif itu mesti dibiasakan karena memang itu bisa mempengaruhi suasan hati.
Salam.. .
ow.. ternyata capek habis kebanjiran yak mbak.. hikmahnya luar biasa indah yak 😀
true, very true 🙂
When life gives you lemons, let’s make some lemonade Super!!!
Puitis dan manis sekali… segala sesuatu memang tak mungkin ada yang sia-sia, luar biasa ya mbak… 😀
Banjir terkadang bikin enak. Tapi, lebih banyak nyusahinnya 😀
Wow, banjir juga punya hikmah ya, hehe, lebih memesrakan, cieee…:)
Duh indahnya..selalu ada yang bisa tertawakan dibalik kepedihan. Karena bahagia adalah pilihan :’)
banjir2an seru awalnya tapi jangan sampai lagi deh
eh? ngomongin banjir seperti bukan sebuah kesusahan ya 🙂
so sweet …
tiwas tadi mikir cara membuat limun xixixi … parbet yak 😀
Banjir pun bisa mencairkan suasana yang panas. Salam
jakarta oh jakarta..
pindah ke jogja aja sini mbak :p
selalu ada dua sisi dalam setiap peristiwa buw,nice post!
ah, jadi ingat cerita kebanjiran waktu kontrak rumah pertama kali… lebih seru dan nggegirisi pokoknya.
senang bisa senyum di akhirnya 🙂
setuju banget sm closing lines nya ka 🙂
kalau di kampung ada kunang-kunang datang tak diduga …
di jakarta … ada itu 🙂
Selalu ada yang indah yaa di balik ceritanya mba Eka… very inspiring mba *kecup, semoga ga kejadian lagi yaa banjirnya.
Tapi pada dasarnya, berusaha melihat segala sesuatu dari kacamata positif itu meringankan hati. Tidak mudah, tapi bukan berarti tidak bisa dilatih.
aku sepakat banget kalimat ini.. berfikir positif bisa mengurangi kegelisahan hati.. *tsaaaaaaaah
Pindah Sukabumiaja! Nggak pernah banjir!
Tapi sedih banget malem minggu kemarin, daerah Pasar Rebo dekat rumah pacarku banjir semata kaki.. liat motor-motor yang berusaha menerjang banjir, sampai kapankah mau begini ya?
Happiness is just a state of mind, true? Yes, it is ^_^
Lebih bahagia lagi kalau pasangan kita bisa menularkan sifat positif itu, ya. Have a blessed marriage, Eka ^_^
tapi kalau dari postingnya kok terasa mbak eka terasa begitu menikmati 😀
Heh? Emang daerah mana Ka? Kog baru tahun ini banjirnya? Wah, susah juga ya kalo ga bareng suami… aku juga mikir nih kalo mau punya rumah tapi suami masih jauh agak mikir
Tar siapa yang bantuin angkut2 kalo banjir 😀
Mau komentar apa ya?
” Di bawa senang sajalah walau keadaan menderita”
(enggak nyambung ya?)
Saya juga suka Ice Lemon tea aja deh kak 😆
Suer artikel kerennn…mengajak kita merenungi tentang arti kebahagiaan dalam hati kita…
Waa, banjir yang mesra ya, Sis 😀
wah… semoga besok bisa siap-siap yaa
Tulisanmu selalu menunjukkan betapa hidup membahagiakan dan terlengkapi dengan adanya pasangan yah… Sesuatu banget 🙂
Masalah pasti dan selalu akan kita hadapi. Hanya, cara menghadapinya itu yang menjadi pembeda, bijakkah kita atau emosi jiwa? Ah.. tenyata, si perempuan yang rumahnya kebanjiran kecil itu, bisa meredakan emosi jiwanya berkat kebijaksanaan lelakinya… Bravo.. 😀
mbak, tulisannmu keren…
membaca dari awal terus tertarik membacanya, kalimat demi kalimat.
bagaimana mungkin bisa semenarik ini dg tema yg sederhana.
semoga nggak kebanjiran lagi, 🙂