Sekayuh Untukmu

“Kamu sekolah yang tinggi nak,” begitu kata bapak padaku setiap hari, setiap pagi, setiap Ia selesai sarapan. Dan setelah berkata begitu, selalu Ia tersenyum sembari menepuk pundakku kemudian menghampiri sepeda tuanya. Meninggalkan rumah hingga sore menyapa.

Setelah itu aku sendiri mesti bergegas ke sekolah, jika tidak, tentu aku akan mendapat tatapan mata tajam yang sungguh tak mengenakkan dari Ibu Guru. Sekolah adalah tempat kesukaanku, tempat aku bebas bertanya dan bisa mendapat jawaban. Sebab jika aku bertanya pada Bapak, seringkali jawabnya hanya senyum simpul. Jika aku bertanya pada Ibu, omelan panjang yang terdengar. Katanya debu diatas dipan menebal, tumpukan cucian tetangga menggunung dan itu lebih penting untuk dikerjakan daripada meladeni cuapku. Jadi aku menikmati setiap detik yang kuhabiskan di kelas berlantai teraso dengan atap berlubang yang membuat kita berlarian menjauhi sumber tetes air manakala hujan tiba. Aku menyukai suara kapur putih yang beradu dengan papan tulis, menyukai bau debu buku teks sekolah yang telah tua, menyukai senyum kesabaran Ibu Guru setiap  menjawab keingintahuan kami. Pula aku menyukai gaduh canda ketika istirahat tiba.

Enam tahun di Sekolah Dasar dan aku lulus dengan nilai cemerlang, tertinggi dari 100 siswa. Bapak begitu gembira ketika di acara perpisahan melihatku maju ke panggung untuk menerima penghargaan. Dengan kemeja coklat terbaiknya kulihat tanpa malu atau rendah diri, bapak duduk diantara semua undangan yang berpakaian rapi. Senyumnya terkembang. Aku senang melihat bapak. Dalam hati bertekad akan berusaha membuat senyum itu tersungging sesering mungkin.  Wajahnya begitu sumringah, begitu bahagia, tersenyum antara haru juga bangga. Namun sayang, senyum sumringah itu tak nampak ketika kusodorkan kertas berisi uang pangkal masuk Sekolah Menengah Pertama. Ia tak berkata apa-apa, hanya meletakkan kertas tersebut dan pergi mengayuh sepedanya. Aku menangis dalam hati sambil memandangi punggung bapak berlalu. Saat itu siaran Dunia Dalam Berita baru saja mulai di TVRI, dan derai hujan deras menghantam bumi.

Senyum yang sama yang kulihat tiga tahun lalu itu, kembali terurai diwajah bapak kala perpisahan SMP. Aku menepati janji diatas peluh bapak mengayuh sepedanya 14 jam sehari, tujuh hari seminggu. Pernah kutawarkan untuk membantunya sepulang sekolah, namun selalu ditolak. “Tugasmu belajar, tugas bapak cari uang agar kamu bisa belajar tenang,” katanya tanpa dapat ditawar. Bapak begitu sayang padaku, pada masa depanku. Tekad ini makin membaja, harus kulihat lagi senyum bangga itu. Senyum lebar yang seolah mengabarkan pesan bahwa jerihnya tak sia-sia.

Dan kini, di aula sekolah tempat aku mengenal cinta monyet, bapak dan ibu hadir dengan air di pelupuk mata dan senyum terukir. Masih, bapak datang dengan kemeja coklatnya, karena itu adalah kemeja terbaik yang ia punya. Walau tegas warna meninggalkan kemeja-telah pudar jika tak dapat dikatakan usang- tapi bapak tetap percaya diri. Sama seperti dulu. Yang berbeda gurat keriput terlihat jelas menggelanyuti muka. Wajah itu tak lagi sesegar dulu. Usia telah menggerogoti tubuh.

“Anakku, jangan kamu kuatir. Setelah ini kamu akan kuliah.” Bapak membuka percakapan sore itu selepas aku mengambil ijazah.

“Pak uang semesteran kuliah itu mahal sekali. Aku kerja dulu saja pak” jawabku takut-takut. Aku tahu betapa bapak ingin aku mengenyam pendidikan setinggi mungkin agar bisa lebih baik darinya. Tapi biaya belajar selepas SMA itu tidak murah! Kuliah adalah mimpi yang tak tergapai, kecuali jika ada donatur yang mensponsori.

“Jangan kamu pikirkan itu. Bapak akan membiayaimu kuliah, akan bapak keluarkan semua tenaga yang bapak punya. Walau bapak harus mengayuh sepeda 24 jam sehari, walau setiap tetes keringat dan darah harus diperas hingga habis tak bersisa, kamu harus kuliah. Kamu kebanggaanku.”

“Tapi pak, bapak sudah tua… izinkan aku…. “

“Kamu dengar kata bapak, KAMU HARUS KULIAH.” tukas bapak cepat seraya menatapku tajam. Ah aku tak suka tatapan mata itu. Tatapan yang tak pernah bisa aku lawan kharismanya.

Bahkan jika raga ini tak mampu lagi melawan tua hingga pedal sepeda hanya sekayuh saja yang mampu terengkuh… Bapak jamin  hasil kayuh sepeda itu untuk kuliahmu.

Mata ini panas. Aku memeluk bapak tanpa ada kata dapat terucap. Bisu. Seperti domba dalam pengirikan yang dicukur bulunya. Berapa banyak yang bisa didapat dari hasil mengojeg sepeda? Biaya kuliah di negeri ini tidak murah, bahkan di Perguruan Tinggi berembel-embel Negeri sekalipun.

***

Luv,

Eka Situmorang-Sir

59 respons untuk ‘Sekayuh Untukmu

Add yours

  1. Ka…. aku nangis ka…. 😥
    bener susah ya untuk sekolah aja.
    aku beruntung bisa mendapatkannya
    meskipun aku juga tidak tahu apakah ayah ibu juga menangis di belakangku, menghitung-hitung uangnya….

    very nice posting

    EM
    .-= ikkyu_san´s last blog ..Maternity Blue =-.

  2. Betapa beruntung mempunyai orang tua yang sanggup mengatakan itu tanpa sedikitpun terselip pesimis. Salut sama bapak!.
    Keadaanku terbalik. Sangat terbalik. Aku di “paksa” untuk cari kerja begitu lulus SMA, padahal saat sekolah SMA aku sudah harus jadi tukang fotokopi untuk bisa mencukupi kebutuhan dan bisa selesai.
    Seandainya aku punya orang tua seperti itu, tidak pernah akan aku kecewakan sedikitpun. Tidak akan.

    Salam kenal.
    .-= Kika´s last blog ..Trauma Healing =-.

  3. kelimax dulu!!! 😛
    wekekekek..maksa banget karena ga berhasil dapet pertamax… 😉

    hiks….terharu baca cerita elo, Ka..
    emang..sekarang biaya kuliah tuh mahal banget..bisa sampe jual tanah buat nyekolahin ambil S1 aja…
    .-= Yessi´s last blog ..Andai Aku di Jakarta… =-.

  4. percakapan pada bagian “walo bpk harus mengayuh sepeda seriap hari semata-mata demi anaknya mengenyam pendidikan yg layak dst” membuat saya merinding mbak, entah seperti ada sesuatu yg membuat dada saya sakit dan sesak..???
    trimakasih kunjungannya ke blog sederhana saya, semoga saya akan tetap bisa selalu berkunjung kesini…salam kenal mbak Eka 😉

    salam, ^_^
    .-= Didien®´s last blog ..81 Tahoen Soempah Pemoeda =-.

  5. iya ya. orang tua ku juga tu. kalo masalah sekolah anaknya nomer satu. dibela2in sampe nyari ke mana2 buat biaya sekolah…

    dan saya masih punya utang kuliah sama bapak saya… hiks…

  6. Biasanya kalau yang seperti ini, si anak bakal termotivasi untuk giat bekerja sembari kuliah guna meringankan beban ayahandanya. Baguslah, daripada lulus kuliah dan menunggu tawaran pekerjaan yang tak kunjung tiba.

  7. Eka …
    Saya jarang membaca cerita fiksi …
    Or … cerita fiksi yang diangkat dari kisah nyata …

    Namun jujur
    kali ini saya tidak berkata “pass” seperti biasa …
    Kali ini saya baca sampai habis …

    Dan menghela napas panjang setelahnya …
    This is a very good writting Ka …
    A beautiful one … indeed …

    Salam saya
    .-= nh18´s last blog ..TRAINER KOPDAR (lagi) =-.

  8. Mba.. walau bokap Gw bukan ojek sepeda, tapi ceritanya ngingetin Gw sama bokap Gw.. bukan saya cengeng, atau lebay, tapi cerita kali ini udah bikin pipi saya basah..

  9. Ceritanya ini suara hati seorang bapak tukang ojek sepeda yang punya anak pinter ya..? kereeeen.. mengingatkan sama bapaknya ikal di dalam buku “sang pemimpi”,, 😀

  10. Jadi kepikiran, gimana rasanya punya ayah ya? Meskipun jadi yang terbaik, tetap tak ada yang duduk di bangku depan 😦

    btw cerita kakak mengharukan, pendidikan di negeri kita ini emang sangat mahal sekarang ini., tapi salut dengan perjuangan para orang tua yang dengan susah payah, banting tulang agar anaknya bisa terus belajar, andai semua orang tua bisa kayak bapak yg kakak ceritakan itu, pasti tak ada yg bodoh. Tapi yg menyedihkan, anak yg punya kesempatan untuk terus belajar justru tak pernah belajar dengan serius…

    Luv U kak Eka.. 🙂

  11. untung gwgw bisa sekolah…..hem…*bernafas dalam*…
    ini fiksi atau realita sih….?
    gwgw gg percaya kalo ini realita, kan keluarga eka tergolong high class ya…gg mungkin deh papa kmu seperti itu…
    pasti pake mobil…..gg pake sepeda…
    setidak2nya….buat nge-rit taxi…
    *lagi2 gwgw masih gg percaya*

    dari segi cerita sih emang sangat cantik pengambilan kata2nya…
    gwgw salut banget…pembaca bisa terbawa emosinya lho…termasuk gwgw…:-)

    trus gwgw mencatat banyak kalimat2 hiperbolik yg sangat tepat disampaikan lewat cerita ini, seperti “derai hujan deras menghantam bumi”….kan buminya bisa sakit lho kalo dihantam…, “mata ini panas”..emangnya kena api ?, atau “seperti domba dalam pengirikan yg dicukur bulunya”….secantik dikau ntar dikira domba…padahal domba tuh bau tau…wkwkkw…wkwkwk….

    **kali ini gwgw bergaya pengamat karya sastra**
    **walau wajah gwgw gg bisa nampang…paling tidak…komentar gwgw termasuk dalam koment yg paling panjang…wkwkwkwkw…**
    **ini membuktikan kalo gwgw membaca karya tulismu dari A sampai Z..**
    **koment dengan jumlah paling kecil tapi paling panjang…**
    .-= gwgw´s last blog ..manfaat bunga rosella bagi gwgw =-.

  12. gw ak bosen baca postingan yg ini mbak…
    ekonomi memang faktor yg paling tidak berhasabat kalau sudah urusan sekolah!!! hiks…

    kapan pemerintah mo bener2 ngasih sekolah gratis untuk rakyatnya ya mbak? SD gratis SMP gratis SMU gratis dan Kuliah juga gratis….tentunya selain itu mereka juga harus menambah fasilitas buku2 yg ada di perpustakaan…huh! buku2nya masih minim banget…nambahin koleksi buku biar orang2 yg gak mampu gak harus beli buku untuk menunjang sekolah mereka. dan satu lagi sekolah juga harus menyediakan fasilitas internet kan jaman sekarang ebook itu banyak beredar, lebih banyak juga referensi yang bisa didapat di internet. Kalau buatku sih internet itu semacam perpustakaan online….heehehe…

    haduhhh kok aku malah misuh2nya disini ya…hehehehe…semoga ada metri atau sekaligus presiden yg baca comment gw 😀

  13. jadi inget seorang murid yang punya semangat luar biasa walaupun kurang mampu.

    berangkat dengan jalan kaki sebelum matahari muncul, paling pagi diantara teman-temannya. dan pulang paling akhir karena harus menunggu truk yang bersedia ngasih tumpangan gratis….
    .-= Irfan´s last blog ..Regedit =-.

    1. itu ironisnya ya…
      ada sebagian yang semangat belajarnya begitu tinggi sampe rela harus berjuang demi ke sekolah…
      sementara sebagian orang yang punya banyak fasilitas malah sekolahnya males2an…

  14. Bapak cukup bermodalkan “PERCAYA”
    Bukankah TUHAN memelihara?
    Jika dihitung dengan matematika manusia mungkin tidak akan bisa kuliah, tapi matematika TUHAN beda….
    (pengalaman pribadi, untuk kuliah Bapak pernah utang bank 1jt untuk biaya kost, agunannya sertifikat tanah. Bayangkan…..)
    .-= yustha tt´s last blog ..Menguatkan & Dikuatkan =-.

  15. Anak-anak dengan pengalaman seperti diceritamu ini umumnya dimasa datang lebih ‘jadi’ dibanding anak-anak yang sedari kecil tumbuh dalam kemewahan dan kesenangan. Mereka akan lebih bisa menghargai sesuatu yang dimilikinya…

    Well written, sis.. 😀
    .-= anderson´s last blog ..Substance Over Form =-.

  16. Cerita diatas aku banget Mbak, dan ludah ini tercekat sepanjang membaca, seperti flash back. Cuma tokoh bapak tersebut harus berganti dengan ibu. Dan sekarang saya tidak sebatas S1 tapi S2 dengan segala keajaibannya.

  17. selelah apapun, jika manusia merasa sudah memiliki tanggung jawab sebagai orang tua, maka hujan, panas, badai sekalipun tak akan membendung semangat untuk kemajuan pendidikan buah hatinya…hanya biaya pendidikan saat ini memang MAHAL 😳

    NB : duhh…yang menang kontes blog :mrgreen: padahal kemaren di PB pengen banget gabung tapi ogut kejepit di tengah2 yang big-big mba hehehe…

      1. untuk mewujudkan perguruan tinggi yang berkualitas memang memerlukan dana yang tidak sedikit. negara ini harus punya perguruan tinggi yang berkualitas dunia dan biarkan ia mencari dana sendiri, yang terkadang dengan cara memungut dana besar dari mahasiswanya. disamping itu juga didirikan PT lain yang juga berkualitas namun biaya disubsidi negara. jadi tidak semua PT harus disubsidi negara. PT yang disubsidi ini diperuntukan bagi orang yang mampu secara intelektual tapi kurang dari segi finansial, tapi tentu dengan tetap menjaga kualitas…
        salam mbak…

  18. Ka, aku meleleh membacanya…
    Itu bukan sekedar cerita, tapi kenyataan. Betapa banyak anak yang ingin meraih bintang, betapa banyak orangtua yang bekerja banting tulang-peras keringat demi bintang itu, hanya karena ‘MAHAL’-nya sebuah pendidikan di negeri ini. sungguh, sebuah ironi di balik kemewahan yang dinikmati para penguasa negeri ini…

    Namun, di sisi lain, aku juga kerap geram dengan ulah para pelajar yang berlagak borju, sok kaya, sok anak pejabat, dan meremehkan pendidikan. Nilai dibeli dengan segepok uang rupiah. sekolah atau kampus hanya menjadi ajang pamer kekayaan… duh, emosi kerap tersulut setiap kali melihat fenomena ini. namun, apa dayaku… aku hanya mampu meracau, tanpa mampu melakukan apapun untuk merubahnya… 😦

    1. PEndidikan itu memang mahal…
      seharusnya pendidikan itu memang menjadi tanggungan masing2 pribadi, dalam hal ini orang tua, karena jika dibebankan kepada negara semuanya maka cenderung “disia2kan”,
      tapi melihat kondisi bangsa seperti ini, tidak memungkin jika negera lepas tangan, kecuali jika dinegara maju dimana ekonomi penduduknya sudah maju.
      oleh karena itu lah kiranya UUD 45 mengamanatkan 20 persen anggaran negara harus tercurah untuk pendidikan.pun demikian, itupun belum cukup untuk pemerataan pendidikan di negara yang luas ini.

  19. iya..
    ibuku juga cuma seorang guru, dan dia sering bilang..
    “kalo dihitung secara matematis, gaji papa sama mama ga mungkin cukup buat biayain kamu sama adek…tapi, buktinya sekarang kamu udah lulus, udah sarjana.”
    yang penting punya semanget, percaya, dan selalu ingin membahagiakan orang tua..
    *hiks,,inget mama*
    .-= dela´s last blog ..ah.. =-.

  20. Mataku sembab baca tulisan ini mbak, jadi ingat bapak ibu di rumah, jadi ingat semua perjuangan mereka selama ini,,, aku percaya Tuhan punya rencana dibalik semua dan DIA selalu bekerja dengan cara yang tak terduga..

    Salam kenal..

    :: Sash

  21. ah, gw jadi sedih lagi!!!
    teringat lagi masa dulu, masa sekolah hingga kuliah
    gak ada yang peduli, gak ada yang mau tau!!!

    tapi, yah syukurlah bisa jadi seperti ini

    1. maksudnya sekarang udah jadi orang sinting gitu? huehehehe… becanda lhooo…. 😀

      iya gua salut lah ama lu, walaupun sinting tapi hatinya baik…. hehe
      .-= arman´s last blog ..Saw VI =-.

  22. Nice story, Ka….
    aku yakin setiap perjuangan keras orangtua untuk anak-anaknya akan membekas jelas dalam ingatan anak-anaknya.
    Aku sangsi, anak-anak yang dengan mudahnya mendapat fasilitas dan kemewahan dari orangtuanya, akan punya kenangan indah seperti mereka yang benar-benar berpeluh untuk mendapatkannya.
    .-= nanaharmanto´s last blog ..Cerita Tentang Pemadaman Listrik =-.

Tinggalkan Balasan ke Ria Batalkan balasan

Blog di WordPress.com.

Atas ↑