Try to respect other’s feelings, it may not mean anything to you but it could mean everything to them. –unknown-
Mei 2013.
“Sudah, kalian jalan aja ke kompleks Borobudur, nanti kami nyusul aja. Kita ketemuan di mana gitu kalau udah dapat parkir. Ini macet banget soalnya,” kata Adrian kepada Bradley, Ifan dan Jensen yang langsung diiyakan oleh mereka. Sudah hampir satu jam kami terjebak dalam kemacetan panjang menuju kompleks Candi Borobudur.
Setelah mereka turun dari mobil, saya dan Adrian menuju kedai es kelapa muda sekedar melepas lelah sambil berharap macet segera reda. Kala itu kali pertama saya ingin mengikuti perayaan Waisak di Borobudur. Perayaan yang katanya sangat megah, yang memberikan nuansa berbeda dalam hati setiap yang mengikutinya. Perayaan yang katanya memiliki nuansa magis ketika lentera-lentera simbol harapan itu dilepaskan ke udara mendekati bintang-bintang cantik di angkasa. Duh, dangkal sekali alasan saya ya waktu itu? Tapi jujur, itu salah satu keinginan kuat saya waktu itu dan saya rasa alasan banyak orang yang hadir juga malam itu.
Perayaan Waisak sebenarnya dimulai dari siang hari dengan prosesi jalan kaki dimulai dari Candi Pawon, Candi Mendut dan puncaknya adalah di Candi Borobudur. Mengingat saya agak kesulitan berjalan kaki dengan jarak yang jauh, saya memutuskan untuk melewatkan dua candi di awal dan langsung hadir di Candi Borobudur saja. Di Candi Borobudur sendiri, akan ada prosesi keliling candi dipimpin para biksu sekitar pukul 8 malam. Dilanjutkan dengan prosesi pelepasan lentera atau lampion pada pukul 9 malam.
Setelah akhirnya kami bisa masuk ke dalam kompleks candi Borobudur sekitar pukul 5 sore, saya mendapati begitu banyak tenda dengan ribuan orang yang berdoa khusuk. Menurut Bradley, di dalam agama Budha sendiri ada banyak sekte-sekte dan tenda-tenda tersebut dibuat berdasarkan sekte atau alirannya. Buat saya, hal tersebut adalah hal baru. Saya ingin tahu, saya mendekat dan memotret para jemaat yang sedang beribadah. Saya memastikan bahwa saya tidak menganggu mereka. Tapi saya melihat ada banyak pengunjung yang tidak mengindahkan kekhusukan jemaat yang sedang beribadah dan memotret seenaknya, bahkan ada yang menginjak-injak karpet tempat mereka duduk. Duh.

Setelah itu, sambil menunggu puncak perayaan Waisak yang akan diselenggarakan malam harinya, kami pun menaiki Candi Borobudur yang luar biasa ramai dan padat oleh banyak orang.

Menjelang malam, kami mendekati areal tempat puncak perayaan diadakan. Dengan sedikit berdesakan, akhirnya kami dapat kapling duduk juga. Sempit-sempitan tapi cukuplah buat duduk. Lalu kami diam menunggu Menteri Agama yang telat datang dan karena keterlambatannya maka upacara pun jadi molor mulainya. Saat duduk termangu dengan tubuh kelelahan dan rasa tidak nyaman karena terlalu ramai orang, mendadak hujan turun. Awalnya gerimis saja, tapi kian lama kian deras. Banyak yang hadir kocar-kacir berusaha ke pinggir tenda (termasuk saya), walau banyak juga yang tetap bertahan duduk di bawah guyuran hujan.

Adrian sudah mulai gusar, ia mengkhawatirkan kesehatan saya yang bisa terkena asma kalau kecapekan. Tapi saya berdiri di pinggir tenda, berdesakan dengan orang lain yang berteduh juga di sana dan dengan keras kepalanya nggak mau beranjak. Setelah sedikit berargumen dengan Adrian, akhirnya saya menyerah saat pakaian dan sepatu basah sehingga bibir saya menggigil kedinginan. Kami memutuskan untuk pulang, tidak menghadiri perayaan Waisak tersebut. Dan beberapa waktu kemudian ada pengumuman bahwa karena cuaca yang tidak mendukung maka prosesi pelepasan lentera dibatalkan. Pengumuman yang disambut dengan banyak reaksi.

Tapi di saat itu, di bawah rintik hujan yang mengguyur, air mata saya jatuh. Saya telah berlaku bodoh dengan berusaha menghadiri Upacara Perayaan Keagamaan dengan niat yang tidak tulus. Hanya sekedar ingin melihat pelepasan lentera tanpa meresapi arti Hari Raya Waisak itu sesungguhnya. Walau saya berpakaian sopan, walau saya tidak memotret sembarangan, tidak buat ricuh tapi jauh di lubuk hati, saya telah menjadikan sebuah perayaan hari besar menjadi obyek ketertarikan saja; komoditas tontotan belaka. Dan menurut saya itu tidak tepat. Kali lain jika diberikan kesempatan untuk menghadiri Perayaan Waisak di Borobudur lagi, biarlah hati saya bersih dan tulus untuk ikut merayakan hari besar tersebut dengan khusuk.
Saya tidak tahu apakah Perayaan Waisak tahun ini dibuka untuk umum kembali atau tidak, tapi jika iya, berikut sedikit tips untuk menghadiri perayaan Waisak di Borobudur:
- Hormati candi yang menjadi tempat ibadah pemeluk agama Budha. Candi itu tempat peribadatan lho! Jangan diinjak-injak seenaknya.
- Hormati para jemaat dan biksu yang sedang beribadah, jangan menghalangi prosesi jalan mereka, jangan memotret seenaknya. Bayangkan bagaimana jika kita sedang beribadah dan ada orang moto-motoin kita? Pake flash pula dan kena ke wajah, apa nggak ganggu kekhusukan ibadah?
- Kenakan pakaian yang sopan, bagaimanapun ini adalah suatu perayaan ibadah.
- Jika ingin mengikuti prosesi jalan candi dari awal, kenakan alas kaki yang nyaman, boleh juga bawa topi dan juga payung mengingat sering sekali ujan turun.
At last, Selamat Hari Raya Waisak, semoga semua mahluk di bumi ini hidup dalam kedamaian dan kebaikan 🙂
wah kak saya yg buddhis malah belum pernah merayakan waisak di sana lhoo
Hayuks dilaksanakan tahun ini? 🙂
myhappy2day: jangan kalah ama saya yg katolik wkwkwk. pas waisak ke sana suasananya itu beda…… cobain deh! Namo Buddhaya ❤
Benar ika tahun kemarin memang borobudur di guyur hujan super deras entah tahun ini kelihatanya panas semoga acara lampionnya berjalan mulus tanpa ada hujan turun.
namun kalau imlek malah berharap hujan 🙂 semoga waisak kali ini saya bisa ke borobudur 😀
Amiiiin. Eh tinggalnya di mana? Deket sama Magelang?
wah rame ya perayaan waisak di borobudur…
Selalu rame tiap tahun. Semoga tahun ini busa berjalan khidmat…
Kangen juga ingin ke Borobudur lagi.
Sudah bertahun-tahun yang lalu deh terakhir ke sana..
Sunrise dan sunset-nya cantik kak 🙂
ooo si mbak punya asma juga? xixiixixixi asmara dengan suaminya kan? #ngikik
Boleeeeh, boleeeeh. Bebas Kak Danaaaan ^_^ hihihi
Kak danan lucuuuuu 😀
aku belum pernah melihat borobudur malam hari secara lasngung mbak
Cantik kalau malam 🙂 tapi pas lampunya dinyalakan
Sempet liat foto turis yang literally nyodorin kamera di depan muka biksu yang beribadah, for the sake of apa sik? Share di Instagram? Path.. Hiks, sedih banget rasanya kalo niat datang cuma jadi beban buat orang lain yang khusyuk beribadah
Betul, Dela. Semoga tahun ini bisa lebih khidmat.
Mengingat tahun kemarin banyak yang hilang etika
mungkin lebih baik yang bukan ibadah gak sudah kesana. IMHO.
Ada benarnya Bang 🙂
Aku kok melihatnya jadi gimana gitu ya, Mbak. Orang yang sedang khusyuk beribadah kok jadi tontonan. Entahlah…
Iya setuju, makanya tahun ini kalau pun misalnya aku bisa datang ke Borobudur, aku memilih nggak datang…
Saat Waisak, lebih baik urungkan niat untuk datang ke Borobudur mbak kalau keperluannya tidak untuk beribadah. Karena dari tahun ke tahun kondisinya selalu bertambah padat.
Iya, menurutku juga begitu. Lagian hati ini nggak tega menjadikan perayaan ibadah jadi komoditas tontonan 😦
Ahhh satu cerita aku denganku kak. Aku pun merasakan hal yang sama. Untung sih sebenarnya waktu itu hujan dan dibatalkan, karena sebagian besar dari kita niatnya udh ga bener. Kebayang pas ibadah di gereja banyak yg rusuh begitu.
Ehhh, koq kita ga ketemu ya. Udh kenal belum sih kak waktu itu hehe
Belom kenal >.< Sampe sekarang pun kita nggak peernah jumpa deeeh.
Eh iya ya, belum pernah sama sekali. Hayuuklah kak, semoga ada kesempatan ketemu deh ya. Kabarin klo ke depok hehe
Yaelah deket ama rumah. Kamu main aja sini. Aku di Bogor 😀
kalo liat foto2 waisak tahun lalu di twitter, rasanya miris banget ya mba.. itu pengunjungnya ga menghargai banget yg lagi khusuk merayakan di borobudur. smoga taun ini gak keulang 😀
Amiiiin. Semoga tahun ini bisa lebih khidmat 🙂
Saya terakhir ke Borobudur tahun 2011, tapi belum pernah yang malam,
Kalau pas Waisak itu kan bagian dari ibadah, sebaiknya yang ga berkepentingan jangan ikut, atau paling tidak berada di radius berapa meter, kan mengganggu konsentrasi,
mudahan ga terulang lagi.
Betul. Kembali ke niat hati masing-masing 🙂 semoga tahun ini bisa lebih khidmat.
Yang sedikit geram itu lihat mbak-mbak pakai celana pendek nginjek candi trus motoin biksu yang berdoa di depannya. Dapat foto keren biar dikiran fotografer handal kok ya kebangetan mbak. Semoga tahun ini lebih tertib mbak 🙂
Semogaaaa! 🙂
benar itu.. saling menghormati ibadah orang lain.. mungkin bisa dibuatkan pembatas ya.. kalau ada yang merangsek masuk ya di denda atau digiring ke pos keamanan gitu ya…
Ah, ide bagus!
setuju, Mbak. Harusnya kita sama2 menghargai. Terutama kalau sedang ada yang beribadah. Kita sendiri kalau beribadah juga gak mau diganggu, kan.
Semoga tahun ini lebih tertib dan penyelenggaraannya lebih baik.
Amiiiin 🙂
2 kali pernah main ke Borobudur, yaitu jaman sma dan saat kuliah dulu..
megah sekali memang bangunan ini, tapi sya belum pernah melihat acara Waisak-an disana..
Kapan-kapan dicoba, Mas. Keren 🙂
Tapi tetep khidmat biar jangan menganggu kekhusukan ibadah 😉
Sangat inspiratif, kak. Thanks for sharing 😉
Inspiratif dari mananya hayooo?
Memotivasi pembaca untuk tetap memiliki niat yg tulus saat menghadiri perayaan agama yg lain 🙂
Juga untuk tidak mengganggu kekhusyukan mereka dalam beribadah
Jawabanmu kayak ngejawab soal PPKN >.< eh 😛 hihihi
Aihhh, jadi malu gue. Maklum itu pelajaran yg gue paling jago. Tinggal merangkai kata hahaha.
bagi saya, sekte sekte di agama budha juga merupakan hal baru, perbedaan memahami sebuah agama ternyata terjadi di banyak agama, hehe
Betul. Kalau kita bisa berusaha paham dan bertoleransi selalu, damai deh hidup kita 🙂
I second that…jangan pernah lupa kalau Waisak adalah perayaan hari besar agama…I cam here with my kids and my hubby in 2012…quite an experience…dan kami bener-bener berjuang di tengah kerumunan ribuan orang..tapi seruuu memang :)..
Waaaaah… Sama kiddos? Nggak kebayalng repotnya 😀 btw Mbak, tahun ini jauh keboh tertib katanya 🙂
Tahun INI tanggal brp mbak
tanggal 27 mei 2014, hari raya waisak tahun 2558.